Sindi Putri, advocay dan policy officer dari Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengatakan pegylated interferon merupakan satu-satunya obat bagi hepatitis C yang tersedia di Indonesia. Namun harganya yang mahal membuat obat ini sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat.
"Apalagi bagi pasien ko-infeksi HIV dan hepatitis C, obat ini kurang begitu efektif, namun efek sampingnya tetap besar," tutur Sindi dalam temu media di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu sofosbuvir berdasarkan penelitian memiliki waktu pengobatan yang lebih singkat, 12-24 minggu tergantung genotipenya. Namun tingkat efektivitasnya jauh lebih besar daripada pegylated interferon.
Baca juga: Demi Dapatkan Sofosbuvir, Relawan IAC Sampai Harus Terbang ke India
"Kalau sofosbuvir bisa sampai 95 persen. Pada yang koinfeksi HIV dan hepatitis C memang lebih kecil 88 persen, tapi ini jauh lebih tinggi daripada pegylated interferon yang bahkan bisa sampai 2-3 kali pengobatan," ungkap Sindi.
Dari sisi harga, pengobatan menggunakan pegylated interferon menelan biaya hingga Rp 80 juta untuk sekali pengobatan. Dengan sofosbuvir versi generik yang didapat dari India, biaya turun jauh, hanya kurang lebih Rp 24 juta.
Ayu Oktarina, koordinator gerakan ODHA Berhak Sehat sekaligus pasien koinfeksi HIV dan hepatitis C mengaku merasakan lebih baik setelah menggunakan sofosbuvir. Ayu yang positif hepatitis sejak tahun 2009 mengatakan jumlah virus atau virus load dalam tubuhnya berkurang drastis setelah menggunakan sofosbuvir.
"Sebelumnya hasil tes virus load hepatitis C saya sampai 4.800.000. Namun 4 minggu mengonsumsi sofosbuvir, begitu dites lagi cuma ada 800-an. Tes fungsi hati saya juga jauh lebih baik daripada sebelumnya ketika menggunakan pegylated interferon," ungkap Ayu di kesempatan yang sama.
Oleh karena itu Ayu berharap agar proses perizinan peredaran sofosbuvir yang saat ini sedang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat berjalan tanpa hambatan. Hal ini dimaksudkan tak hanya dirinya, namun pengidap hepatitis C lainnya di Indonesia juga bisa memiliki kesempatan untuk sembuh.
"Apalagi kemarin sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan nomor 53 tahun 2015 yang mengatur soal pelaksanaan pengobatan hepatitis C. Diharapkan setelah nantinya ada izin edar, obat sofosbuvir ini bisa dimasukkan dalam formularium nasional dan ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," tutupnya. (mrs/up)











































