Insomnia juga disebutkan tidak terjadi bersama dengan gangguan tidur lain, gangguan mental, kondisi medis atau penggunaan narkoba. Menurut National Institutes of Health, dengan definisi ini, sekitar 6 persen orang memiliki insomnia. Seperti diketahui, kurang tidur memiliki efek negatif pada kesehatan.
Sebuah review yang dilakukan oleh peneliti dari University of Rochester pada tahun 2010, menemukan bahwa orang yang terus-menerus kurang tidur lebih mungkin mengalami kecelakaan lalu lintas, kurang puas dengan pekerjaan mereka dan lebih mungkin untuk cepat jengkel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Insomnia turun-temurun
|
Foto: Thinkstock
|
Menurut sebuah penelitian di tahun 2008, remaja dengan orang tua yang menderita insomnia memiliki peningkatan risiko untuk mengonsumsi pil tidur, dan bahkan mengalami masalah mental.
Peneliti menemukan bahwa hampir 800 remaja yang memiliki orang tua pengidap insomnia, lebih mungkin terkena insomnia, kantuk di siang hari, dan menggunakan pil tidur. Remaja tersebut juga lebih mungkin mengalami depresi, kecemasan, dan bahkan mencoba bunuh diri.
Baca juga : Insomnia, Penyakit atau Bukan
2. Jet lag sosial dapat menjadi hambatan
|
Foto: Thinkstock
|
Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa orang dengan jadwal tidur yang berbeda di hari kerja dan akhir pekan, cenderung mengalami kelebihan berat badan tiga kali lebih parah. Penelitian sebelumnya juga telah mengaitkan peningkatan berat badan dengan kurang tidur dan jadwal tidur yang tidak teratur.
"Bahkan satu jam perbedaan waktu Anda bangun atau pergi ke tempat tidur dapat mempengaruhi tidur Anda," kata Colleen Carney, seorang psikolog di Ryerson University di Kanada.
Carney menjelaskan bahwa manusia, terlebih orang dewasa, membutuhkan jadwal tidur yang konsisten seperti balita.
3. Pil tidur penyembuh insomnia
|
Foto: Thinkstock
|
Tapi pil ini mungkin tidak menyebabkan tidur yang lebih baik. Tidak ada bukti yang dapat membuktikan bahwa pil tidur dapat menyembuhkan insomnia, demikian dikatakan Jack Edinger, spesialis tidur di National Jewsih Health Hospital, Colorado.
"Penelitian hanya menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (terapi bicara) telah terbukti bekerja untuk menyembuhkan insomnia," tambah Edinger.
Para peneliti menemukan bahwa orang yang mengonsumsi obat tidur, hampir lima kali lebih mungkin meninggal dunia lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi obat tidur.
4. Hormon wanita punya peran lebih besar pada insomnia
|
Foto: Thinkstock
|
Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Sleep Foundation pada tahun 1998, hampir 80 persen wanita dilaporkan lebih terganggu tidurnya selama proses kehamilan daripada waktu lainnya. Sedangkan bagi wanita yang mengalami menopause, mereka mengalami masalah tidur ketika tingkat hormon tidak menentu.
Namun seiring dengan perubahan hormon, insomnia juga dikaitkan dengan kondisi seperti kecemasan, depresi, masalah pernapasan saat tidur dan sindrom kaki gelisah.
5. Manusia bisa meninggal dunia karena insomnia
|
Foto: Thinkstock
|
Para ahli telah mengidentifikasi hal tersebut sebagai penyakit prion, yang disebabkan oleh protein abnormal yang berkembang dari mutasi genetik. Perkembangan protein abnromal itu memengaruhi fungsi otak, menyebabkan kehilangan memori, seseorang jadi tidak memiliki kontrol atas gerakan otot dan mengalami halusinasi.
Pada tahun 1986, di New England Journal of Medicine dilaporkan kasus seorang pria berusia 53 tahun yang menderita kurang tidur. Pria ini hanya mendapatkan dua sampai tiga jam per malam. Dua bulan kemudian, pria ini bisa tidur hanya satu jam per malam, dan sering terganggu oleh mimpi yang hidup (vivid dreams).
Setelah tiga sampai enam bulan, ia tidak dapat tidur dengan normal yang menyebabkan kelelahan parah, mengalami tremor, dan kesulitan bernapas. Setelah delapan bulan, ia jatuh pingsan dan akhirnya meninggal. Para peneliti menganalisis sejarah keluarganya dan terungkap bahwa dua saudara perempuannya, dan juga keluarga lainnya meninggal karena penyakit yang sama.
Baca juga : Penelitian : Remaja Dengan Insomnia Cenderung Suka Menyiksa Diri
6. Insomnia kronis tingkatkan keinginan konsumsi alkohol
|
Foto: Thinkstock
|
"Seiring dengan berjalannya waktu, orang yang menggunakan alkohol untuk mengobati insomnia membutuhkan lebih banyak alkohol untuk membantunya tidur," kata Edinger.
Menurut sebuah studi tahun 2001 yang diterbitkan dalam American Journal of Psychiatry, 172 pria dan wanita yang dirawat karena ketergantungan alkohol dan mengidap insomnia dua kali lebih mungkin penggunakan alkohol untuk tidur, dibandingkan dengan mereka yang tidak insomnia.
Peneliti mengungkapkan bahwa mencoba untuk mengobati susah tidur dengan mengonsumsi alkohol pada akhirnya akan memperburuk insomnia.
7. Hewan dan serangga bisa alami insomnia
|
Foto: Thinkstock
|
Dalam sebuah penelitian, para peneliti di Washington University School of Medicine di St Louis menggunakan lalat insomnia, yang hanya mendapatkan tidur lebih sedikit dibanding lalat normal. Penelitian tersebut menemukan bahwa serangga ternyata mirip dengan manusia yang dapat mengalami insomnia dalam beberapa cara.
Setelah melakukan pengembangbiakkan, peneliti menghasilkan lalat yang menghabiskan tidur hanya satu jam sehari dan kurang dari 10 persen dari 12 jam tidur yang didapatkan oleh lalat normal.
Hasilnya lalat insomnia lebih sering kehilangan keseimbangan, lebih lambat dalam belajar dan berat badannya bertambah, sama seperti gejala-gejala yang terjadi pada manusia yang kurang tidur.
Halaman 2 dari 8











































