"Dari umur 18, munculnya satu kecil. Nggak gatal, nggak sakit juga buat tidur," tutur Urip.
Neurofibromatosis muncul akibat adanya mutasi genetik ketika masih dalam kandungan. Pakar mengatakan penyakit ini bersifat keturunan dan bukan penyakit menular.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikHealth, berikut kasus-kasus neurofibromatosis lainnya dari berbagai negara:
1. Sarotin
|
Foto: istimewa
|
Sarotin mengidap penyakit ini sejak tahun 2011. Karena kondisinya tersebut, wanita asal Bandung, Jawa Barat ini terpaksa meninggalkan kampung halamannya karena keluarga tak mau mengakuinya lagi. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, wanita berusia 46 tahun itu hanya bisa mengemis di jalanan.
Di tahun 2013, ia juga pernah ditawari operasi gratis di RS Cipto Mangunkusumo, dengan biaya dari pemerintah DKI Jakarta. Kepala Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda mengatakan saat itu Sarotin menolak dan memilih pulang kampung.
Merasa kondisinya tidak membaik setelah beberapa kali berobat, Sarotin pun memutuskan untuk pasrah saja. Kalaupun kini ada yang berminat membantunya lagi, ia masih akan pikir-pikir karena banyak kebutuhan lain yang lebih mendesak. Terutama, keperluan sekolah anak bungsunya yang masih duduk di kelas 5 sebuah SD di Cipinang Besar, Jakarta Timur.
2. Slamet
|
Foto: istimewa
|
Slamet mengisahkan awal mula munculnya penyakit aneh di tubuhnya terjadi saat usianya baru 12 tahun. Ia menemukan ada benjolan kecil di betis kanannya. Bukannya sembuh, enam bulan kemudian, mulai tumbuh tumor kecil-kecil di beberapa bagian tubuh pria malang ini.
Setelah diberitakan media, derita Slamet akhirnya didengar oleh pemerintah. Ia mendapatkan bantuan untuk menjalani operasi pengangkatan tumor di mata dan lubang hidung pada awal Januari 2014, yang dilangsungkan di RS Karang Menjangan, Surabaya.
Kini Slamet takkan merasakan sakit lagi karena pria ini telah menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Kamis, 6 November 2014, dalam usia 60 tahun.
3. LTT
|
Foto: Tuoi Tre News
|
Namun karena didiamkan, tumor itu pun lama-kelamaan membesar. Putri si nenek yang hanya diketahui dengan inisial LTT itu sempat membawanya ke sebuah rumah sakit rujukan di Thong Nhat Hospital, di ibukota Ho Chi Minh.
Bukannya mendapat perawatan, dokter di sana justru menolak mengoperasi si nenek karena tumor di tubuh LTT rupanya terhubung langsung dengan banyak titik saraf. Si nenek yang berumur 61 tahun itu sempat terpikir tumor itu mungkin akan menemaninya sampai mati.
Setelah melalui berbagai pemeriksaan dan konsultasi, tindakan operasi akhirnya digelar pada tanggal 27 November lalu. Tumor di punggung LTT juga berhasil diangkat sepenuhnya setelah operasi berlangsung hingga tujuh jam lamanya.
Tumor itu memiliki berat 4,2 kilogram, dan tumbuh sepanjang 70 cm ke bawah, atau setara dengan panjang tubuh seorang bayi.
4. Adam Pearson
|
Foto: BBC
|
Ketika dirinya masih bersekolah teman-teman sering menghina namun tak ada tindakan yang dilakukan oleh sekolah. Guru-guru merasa itu hanya becanda saja padahal menurut Adam apa yang dialaminya adalah sebuah bentuk tindakan kriminal, kejahatan yang didorong kebencian dari prasangka.
"Ini adalah sikap yang berbahaya untuk dimiliki. Sekolah adalah tempat di mana kita belajar bagaimana berinteraksi dengan dunia di sekitar kita. Seperti apa Anda di sekolah cenderung akan menjadi dasar seperti apa Anda nantinya," kata Adam yang kini aktif di lembaga amal Changing Faces.
Misi Adam saat ini adalah memberikan kesadaraan tentang "hate crimes" kepada anak-anak di sekolah. Ia berharap anak-anak akan bisa lebih mengerti tentang dampak dari kata-kata dan perilaku seseorang terhadap orang lain.
5. Chana Lal
|
Foto: istimewa
|
Dia menderita neurofibromatosis parah, yang awalnya deformitas wajah kecil hingga kini tumbuh menjadi 'belalai' seberat lebih dari 4 kg. Lal pernah mencoba operasi 10 tahun lalu, tapi ia hampir mati karena kehabisan darah dan dokter mengatakan kepadanya untuk tidak pernah mencoba lagi jika ia masih ingin hidup.
Kini bungsu dari delapan bersaudara ini hidup sebagai seorang pertapa, melalui hari-hari dengan bekerja sebagai kuli dan dibantu oleh dua keponakannya.
"Saya memiliki wajah yang jelek, saya bahkan tidak seperti melihat diriku di cermin. Jadi saya tidak mengharapkan orang lain melihat saya. Saya akan senang menjalani operasi tetapi saya telah kehilangan semua harapan. Saya hampir mati terakhir kali sayamenjalani operasi, jadi saya ragu apa pun yang bisa dilakukan untuk wajah ini," ujar Chana
Halaman 2 dari 6











































