Bengkel Patah Tulang Ini Buka Layanan di Puskesmas dan Punya Ruang Rawat Inap

Bengkel Patah Tulang Ini Buka Layanan di Puskesmas dan Punya Ruang Rawat Inap

Tri Ispranoto - detikHealth
Selasa, 09 Feb 2016 07:10 WIB
Bengkel Patah Tulang Ini Buka Layanan di Puskesmas dan Punya Ruang Rawat Inap
Foto: Tri Ispranoto
Purwakarta - Pengobatan tradisional selama ini sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Tapi tidak untuk pengobatan tradisional di Kabupaten Purwakarta yang mendapat perhatian pemerintah karena turut berjasa dalam dunia kesehatan

Seperti halnya pengobatan alternatif bengkel tulang Hj Eti Mulyati (52) yang berada di Kampung Cikopo, RT 9 RW4, Desa Cikopo, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Bengkel tulang yang sudah dua generasi sejak tahun 70'an itu kini bisa melayani masyarakat seperti layaknya rumah sakit.

Ditemui detikcom di tempat praktiknya, Mamah Eti, sapaan akrab Hj Eti itu bercerita keahliannya 'memperbaiki' tulang didapat secara menurun dari bapaknya. Tak ada ritual atau belajar khusus untuk mendapatkan keahlian itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mamah mah nggak belajar. Hanya saja waktu itu sering lihat bapak ngobatin, terus bantuin. Karena yakin, dan semuanya diserahkan pada Allah SWT, mamah insya Allah bisa bantu," ucap ibu tiga anak itu.

Soal pengobatan, Mamah Eti menerima hampir semua macam persoalan tulang. Namun hanya tulang bagian kepala belakang saja yang Mamah Eti tak bisa menanganinya. "Bukan tidak mau, tapi kalau urusan kepala belakang itu sudah langsung ke pusat otak," katanya.

Pengobatan di Bengkel Patah Tulang (Foto: Tri Ispranoto)


detikcom sempat melihat proses pengobatan yang dilakukan Mamah Eti. Berbeda dengan bengkel patah tulang lainnya Mamah Eti tidak melakukan pijat atau urut yang terkadang membuat pasien menjerit kesakitan.

Dalam praktiknya Mamah Eti hanya mencari titik tulang yang akan diobati dan membungkusnya menggunakan kapas dengan baluran telur putih yang berfungsi sebagai lem alami. Selama proses berlangsung, tulang yang dibungkus itu tidak boleh terkena air.

"Kalau namanya tulang patah, dipijat malah makin sakit. Selama masa pengobatan pasien dianjurkan untuk mengonsumsi tempe, tahu, dan sayur bayam. Juga tidak boleh mengkonsumsi pisang, jeruk, kol, tangkil, es, dan ikan karena itu bikin gatal," bebernya.

Mamah Eti bercerita selama ini tak kurang dari 15 orang selalu berobat ke tempatnya. Namun semenjak bantuan dari pemerintah berupa bangunan rawat inap, ke depan Mamah Eti bisa mengobati hampir 40 orang yang berobat jalan.

Sementara itu, Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengatakan, pemberian ruang rawat inap dengan tempat tidur yang layak merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap para pelaku pengobatan tradisional yang selama ini telah membantu dalam bidang kesehatan masyarakat.

"Mereka itu kan sistem pembayaranya sukarela, sangat sulit bagi mereka punya tempat yang layak. Sehingga pemerintah memberi bantuan ruang pasien dengan tempat tidur layak seperti di rumah sakit," jelas pria yang akrab disapa Kang Dedi itu.

Dalam praktiknya Mamah Eti hanya mencari titik tulang yang akan diobati dan membungkusnya menggunakan kapas dengan baluran telur putih (Foto: Tri Ispranoto )

Tidak hanya itu, kepercayaan masyarakat terhadap tenaga alternatif pun mendorong pemerintah untuk berkoordinasi dengan para ahli pengobatan seperti Mamah Eti untuk bekerja sebagai 'dokter' di puskesmas.

"Mamah Eti ini bekerja on call di puskesmas. Karena tidak setiap hari ada pasien patah tulang," tuturnya.

Kang Dedi mengungkapkan, ke depan tidak hanya Mamah Eti yang akan menjadi mitra di puskesmas. Akan tetapi seluruh pengobatan alternatif yang selama ini menjadi langganan pemerintah akan mendapat perhatian agar menjadi mitra dalam hal kesehatan di Kabupaten Purwakarta. (vit/vit)

Berita Terkait