Patrick Bordnick, peneliti dari University of Houston mengatakan VR digunakan untuk menstimulasikan gejala putus obat bagi pecandu heroin. VR dipilih sebagai alat terapi baru karena terapi tradisinonal dengan wawancara di ruangan dinilai tak lagi memberikan efek yang diharapkan.
"Pada terapi tradisional, partisipan tahu bahwa mereka sedang diterapi dan tidak ada heroin yang terlibat. Namun dengan VR, mereka akan merasa benar-benar melihat heroin dan belajar bagaimana cara menangkal gejala-gejala putus obat," tutur Bordnick, dikutip dari Reuters, Senin (29/2/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bordnick menjelaskan bahwa nantinya, pasien terapi yang menggunakan VR akan melihat hal-hal yang dapat meningkatkan rasa ingin menggunakan heroin. Peneliti menyebut terapi ini sebagai metode Gua Heroin.
VR juga ditunjang dengan delapan kamera infra merah yang memperlihatkan sistem proyeksi tiga dimensi (3D). Contohnya, ruangan dalam suasana pesta, lengkap dengan uang yang bertebaran, obat-obatan terlarang, dan rokok serta alkohol.
Pengembang membutuhkan hampir satu tahun agar VR terlihat nyata dan benar-benar dapat berpengaruh terhadap keinginan pecandu heroin yang sedang menjalani terapi. Bordnick mengatakan studi ini dilakukan untuk melihat apakah terapi di laboratorium dapat benar-benar mengurangi gejala putus obat di keseharian pasien.
"Studi kecanduan lain seperti rokok dan alkohol yang menggunakan VR memberikan hasil bagus. Kami berharap VR juga bisa mengurangi keinginan seseorang untuk mengonsumsi heroin," pungkasnya.
Baca juga: Demi Rp 1,4 Miliar, Ilmuwan Berlomba-lomba Temukan Cara Mengawetkan Otak (mrs/ajg)











































