Kemunculan MDR-TB disebutkan dalam studi bisa semakin banyak karena tingkat kepatuhan masyarakat dunia terhadap pemakaian obat antibiotik rendah. Obat kerap dipakai namun tak sampai tuntas. Akibatnya organisme mikro bisa jadi mengembangkan kekebalan terhadap obat termasuk salah satunya adalah bakteri mycobacterium tuberculosis penyebab TB.
Peneliti dan ahli paru Profesor Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), dari World Health Organization (WHO) menambahkan kemungkinan lainnya adalah bahwa mulai banyak otoritas kesehatan dunia menyadari ancaman TB kebal obat. Fungsi monitoring menjadi diperketat dan hasilnya adalah makin banyak angka kejadian ditemukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari data yang sama bila dilihat dari kasus TBnya sendiri secara umum, sebetulnya angka kejadian di Indonesia stagnan. Bila dibandingkan dengan negara lain penurunan tak cukup banyak sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pengidap kedua terbanyak setelah India.
Di Hari TB Sedunia ini warga diingatkan untuk tak menganggap remeh penyakit dan disiplin berobat. Sebab bila TB berubah menjadi MDR-TB maka biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mengobatinya bisa semakin berat.
"Kalau TB biasa pengobatannya itu bisa menghabiskan dana sekitar Rp 1,2 juta. Kalau sudah jadi MDR harga obatnya sudah bisa jadi sekitar Rp 100 juta," tutup Tjandra.
Indonesia bisa dibilang cukup beruntung karena mendapat bantuan dana dari Global Fund yang dikhususkan untuk memerangi penyakit AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria. Masyarakat yang terkena penyakit bisa mendapatkan obat-obatan untuk penyakit tersebut secara gratis di fasilitas pelayanan kesehatan.
(fds/vit)











































