Endometriosis sebagian besar menyerang wanita usia reproduksi (20-45 tahun). Penyakit ini ditandai adanya keluhan nyeri dan gangguan kesuburan. Bahkan stigma endometriosis identik dengan kram yang mematikan ('killer cramps'). Ini karena tidak jarang wanita dengan endometriosis tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya akibat keluhan nyeri yang dirasakan setiap bulan bersamaan dengan saat haid.
Namun nyeri yang dirasakan tidak hanya saat haid saja tetapi juga nyeri saat sanggama, buang air kecil, dan buang air besar. Keluhan lain yang dirasakan yaitu sembelit dan bahkan diare yang terjadi secara teratur setiap bulannya, di mana penyebab sembelit dan diare tersebut tidak jelas (non spesifik).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Endometriosis merupakan penyakit yang ditandai pertumbuhan material darah haid di luar rongga rahim. Sebagian besar endometriosis ditemukan di rongga panggul wanita karena material darah haid menyebar ke dalam rongga panggul melalui saluran tuba fallopii yang terjadi saat haid. Sisanya ditemukan di organ tubuh lainnya seperti di kulit, kandung kencing, usus, paru-paru, dan lain-lain.
![]() |
Kemajuan dunia medis menjangkau kepada penegakan diagnosis endometriosis. Diagnosis yang tepat dan akurat dapat dilakukan dengan tindakan laparoskopi. Laparoskopi adalah tindakan pembedahan invasif minimal dengan memasukan lensa kamera kecil kedalam perut untuk melihat keadaan rongga perut. Nah, laparoskopi harus dilakukan di kamar operasi dengan pembiusan umum.
Keluhan endometriosis yang tidak khas dan perlunya pembedahan laparoskopi untuk menegakkan diagnosis yang tidak dimiliki semua tempat pelayanan medis menyebabkan keterlambatan diagnosis endometriosis. Lebih lanjut ini berdampak pula pada keterlambatan penanganannya.
Padahal penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah berkembangnya dampak yang lebih buruk lagi. Endometriosis memburuk jika terjadi kekambuhan yang tidak jarang memaksa pasien untuk menjalani pembedahan lebih dari sekali, bahkan harus merelakan organ tubuhnya seperti rahim, indung telur, serta sebagian usus dan saluran kencing untuk diangkat atau diamputasi. Keadaan ini meningkatkan terjadinya kecacatan atau disabilitas pada pasien endometriosis.
Di negara-negara maju, keterlambatan penegakan diagnosis terjadi antara 6-10 tahun, sehingga mungkin saja di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia lebih lama lagi. Keterlambatan ini dapat disebabkan faktor pasien (masyarakat), dokter (provider) dan fasilitas kesehatan (infrasutruktur).
Masyarakat masih kurang mengenal endometriosis, masih banyak masyarakat beranggapan bahwa nyeri haid (bahasa jawa: ndhilep) itu adalah normal. Selain itu masih banyak masyarakat beranggapan nyeri haid itu akan hilang sendirinya jika telah menikah atau hamil. Inilah yang menyebabkan masyarakat tidak segera memeriksakan dirinya ke dokter untuk memastikan nyeri haid yang dialaminya normal atau tidak.
Adanya gejala dan tanda klinis yang variatif pada endometriosis menyebabkan sebagian dokter kesulitan menegakkan diagnosis endometriosis. Apalagi jika keluhan tersebut dianggap bukan berasal dari penyakit kandungan, maka akan lebih lama lagi dirujuk ke dokter ahli kandungan.
Selain itu tidak semua dokter ahli kandungan mampu melakukan tindakan laparoskopi secara mumpuni. Diperkirakan baru sekitar 30 persen dokter ahli kandungan di Indonesia (dikutip dari (IGES) Indonesian Gynecologic Endoscopy Society) yang kompeten melakukan laparoskopi. Keadaan ini menyebabkan tidak sedikit dokter ahli kandungan mengalami kesulitan menegakan diagnoisa endometriosis pada wanita dengan keluhan nyeri di daerah panggul, terutama nyeri yang berhubungan dengan haid.
Apalagi tidak semua tempat layanan medis di Indonesia berfasilitas lengkap sehingga harus merujuk ke rumah sakit yang memiliki alat laporoskopi menambah keterlambatan diagnosis.
![]() |
Penanganan endometriosis membutuhkan pengobatan jangka waktu panjang. Pengobatan endometriosis dapat dilakukan dengan obat minum ataupun injeksi, pembedahan ataupun dengan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) di mana pengobatan tersebut dilakukan tidak berdiri sendiri tetapi kombinasi, saling melengkapi satu dengan yang lain.
Tidak ada kata 'sembuh' pada pasien endometriosis kecuali jika yang bersangkutan sudah menopause. Selama pasien belum menopause, maka selama itu juga penyakit ini mudah kambuh sehingga pengobatan jangka panjang harus dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
Demi menjaga kesehatan reproduksi dan bebas nyeri marilah mulai sekarang kita tingkatkan kewaspadaaan terhadap endometriosis. Nyeri haid tidak (selalu) normal. Segera bertindak apabila terasa tidak nyaman pada organ yang berhubungan dengan reproduksi.
Hubungi dokter ahli kandungan untuk deteksi dini. Penanganan endometriosis yang cepat dan tepat membantu wanita melakukan tanggung jawab yang tidak mudah dalam menjaga kualitas hidup keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil dari sebuah bangsa.
*) dr Relly Yanuari Primariawan, SpOG-KFER adalah Staf Medik di Departemen / SMF Obstetri dan Ginekologi Divisi Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD dr. Soetomo Surabaya. Saat ini bergabung dengan 'Gynecologic Minimally Invasive Treatment Surabaya' (GMITS) di RS Darmo Surabaya & RS Bedah Surabaya. (vit/vit)













































