Aerobik Seperti Ini Tak Disarankan untuk yang Berusia 50 Tahun ke Atas

Aerobik Seperti Ini Tak Disarankan untuk yang Berusia 50 Tahun ke Atas

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Rabu, 27 Apr 2016 19:03 WIB
Aerobik Seperti Ini Tak Disarankan untuk yang Berusia 50 Tahun ke Atas
Foto: thinkstock
Jakarta - Latihan aerobik atau ketahanan jantung dan paru-paru terdiri dari tiga tipe dengan intensitas berbeda. Namun, pada orang di atas 50 tahun, ada hal yang mesti diperhatikan ketika mereka ingin melakukan aerobik.

dr Ade Tobing SpKO menjelaskan, aerobik tipe 1 memiliki intensitas rendah. Contohnya kegiatan jalan, jogging atau lari, lalu bersepeda. Sementara, aerobik tipe 2 memiliki intensitas sedang. Contohnya yakni senam, renang, dan aquarobik. Pada aerobik tipe 3 dengan intensitas berat dan cenderung tak tentu, contohnya adalah basket, bulutangkis, lalu futsal atau sepak bola.

"Aerobik tipe tiga tidak terlalu disarankan untuk orang yang berusia di atas 50 tahun karena intensitasnya itu tidak tentu contoh ya, main futsal dia bisa berhenti nunggu bola. Kalau bola di dia, dia bisa terus berjalan, jadi nggak tentu intensitasnya," tutur dr Ade kepada detikHealth usai Media Workshop #LawanNeuropati di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (27/4/2016).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbeda dengan berjalan, seseorang bisa melangkah dengan intensitas yang sama. Begitu pun senam yang memiliki intensitas lebih teratur dan sama, maka detak jantung pun akan memiliki irama yang sama. Meski begitu, dr Ade menekankan bukan berarti futsal atau sepak bola tak boleh dilakukan.

Baca juga: Rajin Olahraga Tingkatkan Volume Otak Lansia

Hanya saja, sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan yang bersangkutan. Misalkan pada remaja, mengingat fisiknya masih bugar maka sah-sah saja jika hobi bermain futsal. Lantas, bagaiamana jika orang di atas usia 50 tahun hendak melakukan aerobik tipe 3 dengan intensitas tidak tentu dan butuh keterampilan khusus ini?

"Kalau usia di atas 50 tahun dan nggak pernah melakukan gerakan tiba-tiba berhenti tiba-tiba jalan, itu berbahaya jadi sebaiknya jangan. Kalau ada kerak-kerak kolesterol di pembuluh darah misal, akan terjepit kan, kena jantung. Tapi bukan berarti di atas 50 tahun nggak boleh. Kalau dia sudah bisa berlatih naggak apa-apa dilakukan," terang dr Ade.

Dengan begitu, dr Ade menekankan semua aturan melakukan jenis olahraga yang dipilih tergantung pada keadaan dan kondisi tiap individu. Pada lansia yang memiliki diabetes kemudian ditambah neuropati, dr Ade menyarankan untuk melakukan latihan berupa stretching dan aerobik.

Bisa dalam bentuk berjalan atau jika tidak memungkinkan, misalkan saraf di kakinya rusak sehingga berisiko lebih mudah terluka, bisa melakukan gerakan tangan, bahkan dalam posisi duduk. Berenang pun menurut dr Ade tidak masalah jika ingin dilakukan.

"Intinya kan kita latihan aerobik ini untuk meningkatkan ketahanan jantung dan paru. Ditambah dengan stretching sehingga aliran darah lebih lancar, gula darah lebih stabil, dan baik untuk saraf-saraf kita," pungkas dr Ade.

Baca juga: Duduk dan Berbaring, Metode Olahraga Paling Tepat untuk Lansia (rdn/vit)

Berita Terkait