"Berdasarkan data nasional, rata-rata bulan Mei apalagi akhir itu menjadi puncak kasus DBD bila dibandikan Desember sampai Februari," ungkap dr Mulya Rahma Karyanti, MSc, SpA(K) dari RS Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Menurut dr Mulya, saat intensitas hujan tinggi maka genangan air lebih mudah tumpah. Sedangkan saat memasuki akhir bulan Mei, intensitas hujan berkurang sehingga genangan air menjadi lebih tenang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Minum Jus Jambu Biji Merah Bisa Sembuhkan DBD? Ini Kata Dokter
dr Mulya pun menganjurkan untuk mulai melakukan pencegahan dan penanganan kasus DBD. Dengan begitu, dapat mengurangi kasus kematian yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini.
DBD merupakan penyakit yang membuat penderitanya mengalami rasa nyeri yang luar biasa, seolah-olah terasa sakit hingga ke tulang. Untuk gejalanya, penyakit DBD tidak hanya ditandai demam saja. Hal tersebut dikarenakan virus sering bermutasi sehingga muncul gejala yang berbeda.
"Kita tahu kalau demam nggak turun-turun lima hari kita harus curiga. Biasanya sebagai dokter dia periksa apakah ini dengue atau tipus. Sekarang sering sekali tidak memberikan gejala tapi tiba-tiba trombositnya sudah turun rendah sekali," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Profesor Dr dr Nila Moeloek, SpM(K) beberapa waktu lalu.
Satu gejala khas dari demam berdarah terlepas dari demam adalah terjadinya dehidrasi tubuh karena cairan yang hilang. Tubuh akan terasa lemas dan bila sudah demikian maka dianjurkan untuk segera mengonsumsi cairan pengganti dan mencari pertolongan medis.
Baca juga: Bagaimana Mengenali Warning Sign DBD pada Anak?
(vit/vit)











































