Sebelum dikebiri, pria 62 tahun yang tidak disebutkan namanya ini mengaku tidak pernah bisa berhenti memikirkan seks. Lebih dari 30 kali dalam sehari, keinginan untuk berhubungan intim dengan pekerja seks terlintas begitu saja di pikirannya.
Seorang seksolog mewujudkan keinginannya untuk menjalani kebiri secara kimiawi. Suntikan pertama anti androgen untuk menekan hormon testosteron diberikan di pantatnya 1,5 tahun yang lalu. Dalam 2 kali suntikan, ia mulai merasakan gairah seksnya berkurang.
"Saya sudah tidak mengalami ereksi selama lebih dari setahun," katanya dalam sebuah wawancara dengan NYmag, seperti dikutip pada Jumat (3/6/2016).
Baca juga: Kecanduan Seks Atau Cuma Terlalu Sering? Ini Bedanya
Apakah pria ini masih punya ketertarikan secara seksual setelah dikebiri? Menurut pengakuannya, ketertarikan itu bagaimanapun tetap ada. Yang berubah adalah, obsesi atau keinginan menggebu untuk menyalurkan gairah seksualnya tidak pernah lagi ia rasakan. Kadar testosteron yang lebih rendah menekan pikiran-pikiran tentang seks pada level minimal.
Namun keputusan untuk menjalani kastrasi atau kebiri bukan tanpa risiko. Dalam jangka panjang, kadar testosteron yang rendah akan meningkatkan risiko pengeroposan tulang atau osteoporosis. Untuk membantu mengurangi risiko tersebut, pria ini harus mengonsumsi kalsium dan obat anti-pengeroposan-tulang.
Baca juga: Dokter: Obat untuk 'Mengebiri' Pelaku Kekerasan Seks Mudah Didapat
Sebelum dikebiri, pria ini terlebih dahulu menjalani terapi wicara selama 6 bulan dan berbagai teknik terapi kognitif perilaku. Karena tidak ada satupun yang berhasil membuatnya lepas dari kecanduan seks, pria ini akhirnya dengan sukarela minta dikebiri dengan pemberian injeksi leuprolide acetate.
Kebiri sebagai Terapi Seks
Kebiri secara sukarela dengan tujuan menekan libido atau gairah seks sangat mungkin dilakukan. Libido pada pria dikendalikan oleh hormon testosteron, dan untuk menurunkannya maka hormon yang diproduksi oleh testis tersebut harus ditekan. Selain dengan kebiri secara fisik (yakni pengangkatan testis), bisa juga dengan obat-obat golongan anti androgen.
![]() |
Meski dampaknya bisa menekan libido, berkurangnya kadar testosteron juga memiliki efek samping. Selain memicu pengeroposan tulang dan penyusutan massa otot, kadar testosteron yang rendah dalam jangka panjang juga dikaitkan dengan peningkatan risiko sindrom metabolik (seperti diabetes, kolesterol tinggi, dan obesitas) serta kematian dini akibat gangguan jantung dan pembuluh darah.
Seksolog dari Universitas Hang Tuah Surabaya, dr Johannes Soedjono, MKes, SpAnd menegaskan bahwa kebiri bukan solusi efektif untuk gangguan fungsi seksual. Dibandingkan dengan peluang keberhasilannya, risiko yang akan dihadapi pasien dinilainya jauh lebih besar.
"Memang tidak ada yang mati karena dikebiri, tapi dalam 2 tahun bisa meninggal karena stroke atau serangan jantung," kata dr Johannes kepada detikHealth, saat ditemui baru-baru ini di Jakarta.
Sejarah mencatat, ilmuwan pemecah sandi Enigma di era Perang Dunia II, Alan Turing meninggal tahun 1954 saat menjalani kebiri kimia. Walau banyak perdebatan seputar kematiannya, efek samping pemberian diethylstilbestrol (DES) sebagai castration agent diyakini turut mendorong sang ilmuwan untuk bunuh diri. Turing dikebiri karena perilaku homoseksualnya, yang pada masa itu dianggap sebagai tindakan kriminal.
Baca juga: Penjahat Seks yang Punya Gangguan Insting Tak Cukup Dihukum Kebiri
![]() |
Untuk gangguan hiperseks, terapi psikologis berupa konseling dianggap lebih tepat dibandingkan kebiri. Menurut dr Johannes, pada gangguan perilaku seksual semacam itu seringkali faktor kejiwaan lebih besar pengaruhnya dibandingkan faktor hormonal.
Sementara itu, kebiri pada pelaku kejahatan seksual juga diragukan efek terapinya. Tanpa didasari niat dari pasien seperti halnya pada terapi hiperseks yang dilakukan secara sukarela, maka tidak ada jaminan kebiri-paksa akan bisa menekan libido para pelaku kejahatan seks.
"Libido itu multifaktor. Tidak cuma hormon yang berpengaruh, tapi juga faktor lain termasuk pengalaman seksual dan kondisi kejiwaannya," kata dr Heru Oentoeng, SpAnd, seksolog dari RS Siloam Kebon Jeruk.
Beberapa pelaku kejahatan seks juga memiliki penyimpangan yang dikategorikan sebagai paraphilia, termasuk di dalamnya pedofilia jika objek ketertarikannya adalah anak di bawah umur. Orang-orang tersebut melakukan kekerasan bukan semata-mata karena dorongan seksualnya berlebih, melainkan juga terkait dengan penyimpangan seks yang dimilikinya. Pada perilaku menyimpang seperti ini, solusinya tentu tidak cukup hanya disuntik hormon.
Baca juga: Dokter Jiwa: Tak Cukup Kimiawi, Paedofil Kakap Perlu Dikebiri Betulan (up/vit)