Direktur P2 Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kemenkes RI, Dr dr Fidiansjah, SpKJ, MPH mengatakan, bagaimana masyarakat bisa menerima si pasien di lingkungannya amat penting. Baik saat si pasien masih mendapat penanganan atau sesudah kembali ke rumah.
"Kalau masyarakat nggak bisa menerima, misalnya disebut orang gila, bisa kambuh lagi penyakitnya. Maka, untuk menghilangkan stigma, ini yang mesti diyakinkan. Seperti di Amerika Serikat kan visinya jelas, gangguan jiwa bisa dicegah dan disembuhkan. Itu sederhana," kata dr Fidi saat berbincang dengan detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Karena Stigma, Orang dengan Gangguan Jiwa Sulit Dapat Pertolongan
Dihubungi terpisah, Direktur Utama RSJ Soeharto Heerdjan (RSJSH), dr Aris Tambing, MARS mengatakan menghapus stigma menjadi salah satu strategi untuk mengatasi dan mencegah gangguan jiwa. Nah, salah satu hal yang bisa dilakukan pihak RS adalah terus bebenah untuk memperindah tampilan RS.
Dengan memperindah tampilan RS, lanjut dr Aris, diharapkan masyarakat yang merasa mengalami masalah dengan kejiwaannya mau datang ke RS untuk mengecek kondisinya. Sebab, menurut dia saat ini masih banyak orang yang memiliki pikiran bahwa RSJ adalah tempat yang mengerikan.
"Makanya perlu kita perbaiki tampilan RS-nya. Meski memang untuk masyarakat perkotaan kesadaran akan kesehatan jiwa sudah mulai terasa, sudah mulai tahu ketika merasa ada masalah dengan kejiwaannya, perlu dicek," kata dr Aris.
Baca juga: Stigma Negatif Kerap Halangi Pasien Gangguan Jiwa Telat Terima Terapi
(rdn/vit)











































