Ahli psikologi Veronika Brandstatter dari University of Zurich selaku pemimpin studi mengatakan contohnya seperti seorang wanita dengan sifat senang jalan dan suka membentuk hubungan dekat lalu bekerja sebagai akuntan. Pekerjaan tersebut memberi sedikit kesempatan untuk berhubungan dengan rekan kerja atau klien.
Seorang manajer diwajibkan bertanggung jawab terhadap tim, namun ketika individu yang ditunjuk menjadi manajer tidak suka mengambil posisi pemimpin apa yang terjadi? Untuk kedua kasus ada ketidaksesuaian terjadi dan hal ini yang menjadi pemicu stres tersembunyi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebut tersembunyi karena banyak orang yang tak menyadarinya.
Data dari 97 responden berusia 22-62 tahun dalam studi yang dipublikasi di jurnal Frontiers in Psychology ini menunjukkan ketika kepribadian dan karakter pekerjaan semakin bertolak belakang maka semakin besar pula stresnya. Akibatnya gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut, pusing, dan radang tenggorokkan lebih mudah dialami.
"Kami menemukan bahwa frustasi akibat kebutuhan diri yang tak disadari ini, disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk berperilaku sesuai keinginan, merugikan psikologis dan kesejahteraan fisik," kata Veronika seperti dikutip dari siaran pers oleh Frontiers, Selasa (16/8/2016).
Untuk memperbaiki kondisi Veronika menyarankan agar para calon karyawan mulai lebih dinilai juga karakternya dengan lapangan pekerjaan yang ada.
Baca juga: Jangan Memaksakan Diri, Ini Aneka Risiko Kesehatan di Balik 'Gila Kerja' (fds/vit)











































