Begini Tantangan Mengendalikan Rabies di Nusa Tenggara Timur

Begini Tantangan Mengendalikan Rabies di Nusa Tenggara Timur

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Selasa, 30 Agu 2016 17:01 WIB
Begini Tantangan Mengendalikan Rabies di Nusa Tenggara Timur
Ilustrasi anjing dan kucing liar (Foto: Grandyos Zafna)
Labuan Bajo - Bali boleh jadi merupakan area dengan populasi anjing terpadat di Indonesia. Tetapi nyatanya kasus rabies tidak hanya tinggi di Bali. Beberapa daerah lain di Indonesia mencatat kasus rabies dengan jumlah yang cukup tinggi.

Selain Bali, empat provinsi dengan jumlah rabies tertinggi di Indonesia adalah di Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Kalimantan Barat.

Meski begitu Bali tergolong beruntung karena tingginya kesadaran untuk menurunkan kasus rabies di wilayah ini. Nah hal yang sama tidak terjadi di wilayah tetangganya, Nusa Tenggara Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga tahun 2016 tercatat lebih dari 200 orang meninggal di NTT karena rabies, terutama di Pulau Flores dan Lembata. Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1997, jumlah kasusnya juga terus naik, walaupun sudah dilakukan prosedur standar untuk mengurangi kasus rabies yakni eliminasi.

Eliminasi dilakukan dalam kurun tahun 1997-2001 namun upaya ini menimbulkan kontroversi di tengah masyarakatnya yang begitu dekat dengan anjing dalam keseharian, bahkan bagian dari pola makan mereka.

drh Andri Jatikusumah, National Technical Advisor untuk One Health dan Zoonosis Control FAO ECTAD Indonesia menambahkan karena kekhawatiran tersebut, para pemilik anjing lantas berupaya menyembunyikan peliharaan mereka di daerah lain.

"Biasanya ke daerah lain. Inilah mengapa rabies yang awalnya dimulai di Flores Timur lalu menyebar ke pulaukabupaten-kabupaten lain di Pulau Flores," terangnya di sela-sela lokakarya 'Evaluasi dan Keberlanjutan Program Pengendalian Rabies di Pulau Flores dan Lembata' di La Prima Hotel, Labuan Bajo, Selasa (31/8/2016).

Baca juga: Ada KLB Rabies di Kalbar, Kemenkes akan Berikan Vaksin

Belajar dari pengalaman Bali saat terserang wabah rabies di tahun 2008, barulah NTT mulai diperkenalkan pada vaksinasi. Hal ini dirasa penting mengingat NTT telah membasmi sekitar 500.000 ekor anjing tetapi tidak lantas menghentikan penyebaran wabah.

"Bali itu juga luas wilayahnya cuma sepersekian dari luas Pulau Flores, sedangkan geografisnya berat, infrastrukturnya kurang sehingga Flores dirasa lebih membutuhkan intervensi," kata drh Andri Jatikusumah.

Vaksinasi massal pertama berhasil terlaksana berkat komitmen Kementerian Pertanian, Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Animal Protection di tahun 2014. "Pada tahun 2014, 166.963 ekor anjing dari total 253.000 ekor sukses divaksin yang tersebar di 946 desa dari 1.500-an desa atau cakupannya lebih dari 50 persen," papar Andri.

Pada tahun kedua, Andri mengakui jumlah kasusnya meningkat walaupun cakupan vaksinasinya juga bertambah menjadi 250.865 ekor dari estimasi populasi mencapai 368.869 ekor.

Baca juga: Yuk Kenali Penyakit yang Bisa Ditularkan dari Hewan Peliharaan ke Manusia

Mengapa anjing menjadi sorotan utama ketika membicarakan rabies? Perlu diketahui bahwa rabies bisa menyebar lewat tiga HPR (Hewan Penyebaran Rabies), yaitu anjing, kucing dan monyet. Hanya saja 95 persen kasus rabies di Indonesia berasal dari anjing.

(lll/vit)

Berita Terkait