Bcr-Abl Sudah Undetected, Bisakah Pasien CML Stop Minum Obat?

Bcr-Abl Sudah Undetected, Bisakah Pasien CML Stop Minum Obat?

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Sabtu, 24 Sep 2016 16:09 WIB
Bcr-Abl Sudah Undetected, Bisakah Pasien CML Stop Minum Obat?
Foto: ilustrasi/thinkstock
Jakarta - Pada pasien Chronic Myeloid Leukemia (CML) atau dalam bahasa Indonesia disebut Leukemia Granulositik Kronik (LGK), pemeriksaan kadar Bcr-Abl kualitatif dan kuantitatif menunjukkan hasil negatif. Apakah pasien bisa stop minum obat?

Menurut dr Nadia Ayu Mulansari SpPD, KHOM dari RS Cipto Mangunkusumo, memang kerap ditemui pasien yang menawar agar ia tak lagi mengonsumsi obat atau minimal mengurangi dosis obat yang diberikan. Namun, menurut dr Nadia sampai saat ini belum ada rekomendasi pasti bahwa pasien dengan status Major Molecular Response (MMR) di mana kadar Bcr-Abl di bawah 0,1 persen bisa setop minum obat.

"Dalam artian berdasar guideline internasional, konsumsi obat memang sifatnya indefinit atau dilakukan terus-menerus. Tapi memang pernah dilakukan penelitian di mana pasien sudah MMR selama 2 tahun, dicoba stop konsumsi obatnya," kata dr Nadia dalam diskusi bersama Himpunan Masyarakat Peduli Elgeka di Bakmi GM Jalan Sunda Jakarta Pusat, Sabtu (24/9/2016).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Tak Gunakan Istilah Stadium, Ini 3 Fase Chronic Myeloid Leukemia

Mengutip hasil penelitian tersebut, dr Nadia mengatakan dari keseluruhan responden, 40-50 persen pasien yang berhenti minum obat mengalami kekambuhan dalam waktu 4 sampai 7 bulan. Tapi, dari mereka yang kambuh ketika diberi imatinib mesylate kembali, kondisinya kembali membaik.

Pasien yang mengalami kekambuhan pun diketahui tidak memiliki gen yang bermutasi. Dalam artian, lanjut dr Nadia jenis CML-nya masih baik. Sementara, sisa pasien diketahui memang tidak mengalami kondisi tertentu.

"Jadi memang semua guideline bilang memang obat ini harus minum terus. Saya pribadi pun nggak berani stop pemberian obat. Saya juga berdiskusi dengan profesor di Mayo Clinic pun secara praktis klinis dia tidak berani stop pemberian obat," kata dr Nadia.

CML terjadi karena kromosom 9 dan kromosom 22 mengalami translokasi dan inilah yang disebut kromosom Phiadelphia. Nah, kromosom ini menghasilkan protein abnormal yang disebut Bcr-Abl. Berdasarkan kadar Bcr-Abl, milestone pasien CML yakni diagnosis early molecular response (saat pasien pertama kali didiagnosis), complete cytogenic response (kadar Bcr-Abl di bawah 10 persen), major molecular response (kadar Bcr-Abl di bawah 0,1 persen) dan nearly undetectable disease (kadar Brc-Abl di bawah 0,0032 persen).

Baca juga: Tak Ada Gejala Khas, Ini Saran Dokter Agar CML Tak Telat Ditangani (rdn/vit)

Berita Terkait