Penggunaan Morfin Sebagai Obat Bagi Pasien Masih Rendah

Penggunaan Morfin Sebagai Obat Bagi Pasien Masih Rendah

Bagus Kurniawan - detikHealth
Selasa, 27 Sep 2016 18:38 WIB
Penggunaan Morfin Sebagai Obat Bagi Pasien Masih Rendah
Foto: thinkstock
Yogyakarta - Morfin dalam pelayanan kesehatan merupakan obat esensial untuk mengatasi nyeri berat. Namun penggunaan morfin dalam kedokteran terutama di rumah sakit dan apotek masih sangat rendah.

Rendahnya ketersediaan morfin terjadi akibat masih adanya ketakutan akan terjadinya tindak kriminalisasi dan penyalahgunaan narkotika. Meski dukungan berupa perlindungan hukum dalam peresepan morfin diberikan kepada para dokter.

"Penggunaan morfin untuk kepentingan medis adalah legal dan ketergantungan terhadap morfin yang mengarah pada penyalahgunaan dapat dikatakan tidak pernah dijumpai," ungkap dr Rustamaji M.Kes saat ujian terbuka Doktor di ruang Senat Gedung KPTU Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (27/9/2016).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rustamaji mengatakan fakta di lapangan, ada keengganan dari dokter, petugas apoteker maupun pasien sendiri untuk menggunakan morfin. Ada stigma, bila menggunakan morfin akan menimbulkan ketergantungan. Ada ketakutan kriminalisasi dokter yang berakibat bisa dituntut secara hukum.

"Sepanjang penggunaan morfin masih berada di jalur medis maka akan dilindungi secara hukum," papar Rustamaji saat menyampaikan disertasi berjudul 'Akses Terhadap Morfin dalam Penerapan Kebijakan Obat Nasional di Indonesia'.

Rustamaji mengatakan penjaminan akses terhadap morfin bagi penderita nyeri berat merupakan salah satu pemenuhan hak asasi manusia karena merupakan pemenuhan hak atas kesehatan. Untuk meningkatkan akses morfin telah dilakukan pemerintah dengan menerbitkan seperangkat regulasi.

"Regulasi itu mengatur bahwa pemerintah menjamin ketersediaan obat dari golongan narkotika untuk pelayanan kesehatan," papar staf Departemen Farmakologi FK UGM itu.

Industri farmasi lanjut dia, hanya akan memproduksi tablet morfin jika mendapat penugasan dari pemerintah. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk pemerintah untuk memproduksi morfin adalah PT Kimia Farma, Tbk.

"Industri farmasi akan memproduksi morfin apabila kebutuhannya jelas dan sesuai. Perlu komunikasi intensif antara rumah sakit dan produsen morfin agar hasil produksi morfin tepat sasaran terutama untuk pelayanan pasien nyeri berat," katanya.

Baca juga: Pentingnya Penggunaan Obat Opioid bagi Pasien Kanker

Pasien kanker dia mencontohkan merupakan pasien yang biasanya mendapatkan resep morfin. BPJS hanya memperbolehkan dokter di unit pelayanan kesehatan tingkat 2 dan 3 atau di rumah sakit untuk memberikan resep morfin. Hal ini merupakan salah satu bentuk kontrol pemerintah terhadap penggunaan morfin untuk kepentingan medis, mengingat diagnosis dan penanganan kanker hanya dilakukan di rumah sakit.

Menurut dia, meski dokter merekomendasikan pemberian morfin, masih banyak dokter yang enggan memberikan resep morfin. Adapula pasien yang menolak penggunaan obat ini dikarenakan ketakutan akan efek ketergantungan.

"Pasien ada pula yang beranggapan morfin merupakan obat terlarang," katanya.

Menurut staf Farmakologi FK UGM itu kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan morfin oleh pasien tidak seharusnya menjadi penghalang bagi pasien untuk mendapatkan pengobatan dengan analgetika opioid morfin. Selain itu, penyediaan morfin di sebuah rumah sakit dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan riil yang dikeluarkan rumah sakit.

Menurutnya saat ini harus ada jaminan ketersediaan akses obat esensial khususnya morfin melalui kebijakan khusus. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hambatan dalam ketersediaan morfin di pusat-pusat pelayanan kesehatan.

"Diperlukan kebijakan khusus dari pemerintah untuk meningkatkan pengunaan morfin untuk kesehatan khususnya bagi pasien nyeri berat," pungkas Rustamaji.

Baca juga: Obat Pereda Nyeri Alami: Nonton Film Drama (bgs/up)

Berita Terkait