Dua kasus mikrosefali akibat Zika di Thailand tersebut sekaligus juga menjadi yang pertama di Asia Tenggara. Apakah akan ada kasus berikutnya belum diketahui sehingga skrining meluas kini dianggap penting agar ahli bisa memahami betul dampak yang mungkin timbul.
"Kementerian Kesehatan sekarang sedang mengkaji apakah langkah ini (skrining -red) benar-benar diperlukan dan cost-effective," kata Sekretaris Kementerian Kesehatan Sophon Maxthon, dikutip dari Reuters, Senin (3/10/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk melakukan satu tes Zika dibutuhkan dana sekitar Rp 750 ribu dan seringkali karena virus sulit diidentifikasi tes perlu dilakukan berulang. Karena biaya yang dibutuhkan besar maka perlu pertimbangan yang matang dari pemerintah.
"Kalau untuk sekarang kami baru melakukan pengecekan wanita hamil di daerah-daerah yang diketahui terjangkit Zika, belum semuanya. Sejauh ini sudah sekitar 1.000 wanita hamil dicek," lanjut Sophon.
Sejak Januari 2016 Thailand sudah mengkonfirmasi ada 392 kasus infeksi Zika termasuk di antaranya pada 39 wanita hamil. Sementara itu Singapura telah mengkonfirmasi ada 393 kasus yang 16 di antaranya terjadi pada wanita hamil.
Zika kini menjadi perhatian khusus karena dampaknya yang oleh World Health Organization (WHO) disebut bisa menyebabkan mikrosefali, kecacatan karena otak tak berkembang sempurna. Selain itu belakangan virus juga telah dikonfirmasi dapat memicu penyakit saraf langka Guillain-Barre Syndrome (GBS).
Baca juga: WHO Nyatakan Virus Zika Juga Bisa Picu Penyakit Saraf GBS
(fds/vit)











































