Dra Meinarwati, Apt, MKes, Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional, mengatakan memang obat-obat herba memang tidak termasuk dalam formularium nasional (fornas). Meski begitu, ada sejumlah peraturan yang membolehkan obat herba diresepkan oleh dokter dan nantinya akan ditanggung oleh BPJS.
"Misalnya Permenkes Nomor 21 Tahun 2016 tentang penggunaan dana kapitasi JKN pada FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), di situ dituliskan bahwa obat atau bahan medis yang dibutuhkan tidak tercantum dalam fornas, dapat menggunakan obat lain termasuk obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara terbatas, dengan persetujuan kepala dinas kesehatan kabupaten atau kota," tutur Meinar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Ini Alasan Kurangnya Jumlah Obat Herba Terstandar dan Fitofarmaka di Indonesia
Meinar menambahkan Kemenkes sangat mendukung perkembangan industri obat herba, baik itu yang berbasis pelayanan kesehatan tradisional ataupun pengembangan obat herba modern seperti fitofarmaka. Dikatakannya dalam waktu dekat, Kemenkes akan mengeluarkan fortranas, yakni formularium tradisional nasional yang berisikan daftar obat-obat tradisional yang resmi ditanggung oleh BPJS.
Dede Yusuf, Ketua Komisi IX DPR RI mengatakan ke depannya, sistem pelayanan kesehatan akan dibuat lebih ramah terhadap obat herba dan obat tradisional. Ia berharap pasien nantinya bisa memilih ingin mendapat obat kimia atau obat berbahan herba tradisional.
"Dengan begitu kan pasien bisa lebih tenang menjalani pengobatan. Di sisi lain industri obat herba kita akan tumbuh baik, karena digunakan secara resmi dan obat-obatnya juga sudah terjamin mutunya," tuturnya. (mrs/up)











































