Masih Ada Stigma Bagi Pasien Terapi Rumatan Metadon

Masih Ada Stigma Bagi Pasien Terapi Rumatan Metadon

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Rabu, 07 Jun 2017 19:30 WIB
Masih Ada Stigma Bagi Pasien Terapi Rumatan Metadon
Foto: Thinkstock
Jakarta - Insiden diturunkannya penumpang Batik Air di Bandar Udara Kuala Namu, Medan, karena menggunakan obat penenang menjadi perhatian. Sebabnya, penumpang berinisial AW tersebut adalah salah satu pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).

Edo Agustian, Koordinator Nasional Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI) mengatakan apa yang dialami AW merupakan bukti masih adanya stigma bagi mantan pecandu yang sedang menjalani pemulihan. Adanya stigma ini justru membuat risiko pasien PTRM untuk kembali menggunakan narkoba dari jalanan meningkat.

"PTRM ini adalah program nasional yang sudah berjalan sejak tahun 2003. Jadi mereka yang tergabung dalam PTRM ini adalah pasien yang sedang berupaya untuk pulih. Bukan kriminal," tutur Edo dalam konferensi pers di Ke:Kini, Jalan Cikini Raya, Cikini, Jakarta Pusat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Mengenal Benzodiazepin yang Bikin VM Halusinasi Sampai Nyaris Bugil

PTRM adalah program pemulihan adiksi bagi pengguna narkoba jarum suntik (penasun) yang mengganti putaw dengan metadon, versi sintetis dari putaw. Program ini bertujuan untuk mengurangi risiko bahaya fatal seperti penularan HIV dan Hepatitis C yang memiliki risiko kejadian tinggi pada penasun.

Metadon yang digunakan dalam PTRM diawasi dengan ketat pemberiannya, penggunaannya dan dosisnya. Dengan begitu, pasien PTRM dapat menghindari risiko bahaya jarum suntik sekaligus menjauhi narkotika ilegal yang dibeli di jalanan.

Dikatakan Edo, PTRM sudah dilaksanakan di lebih dari 150 pusat pelayanan kesehatan di Indonesia, dengan total pasien berjumlah sekitar 5.000 orang. Menyamakan pasien PTRM dengan para pecandu narkotika lainnya adalah sebuah kesalahpahaman dan akan merugikan orang tersebut.

"Pasien PTRM ini akhirnya bisa kembali berfungsi di masyarakat, kembali kepada keluarga, dan bekerja. Menyebut mereka sebagai pecandu narkoba akan menimbulkan kesalahpahaman yang membuat mereka kembali dijauhi keluarga dan tidak diterima di masyarakat," tutupnya.

(mrs/up)

Berita Terkait