Dalam istilah medis, tahi lalat disebut sebagai nevus. Nevus merupakan kata dari bahasa latin yang berarti tanda lahir. Tanda lahir digunakan untuk membedakan satu manusia dengan manusia lainnya, dan umumnya ada sejak masih bayi.
Lalu bagaimana bisa nevus yang berarti tanda lahir, diadopsi sebagai tahi lalat dalam bahasa Indonesia? Menurut dokter spesialis kulit dari RS Mayapada, dr Armansjah Dara Sjahrudin, SpKK, MKes, belum ada penjelasan pastinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada yang menyebut istilah tahi lalat muncul karena bercak cokelat dan kehitaman mirip dengan 'jejak' atau kotoran yang ditinggalkan lalat di makanan. Ada juga yang mengatakan tahi lalat mirip dengan lalat yang hinggap di tubuh jika dilihat dari kejauhan.
Baca juga: Bukan dari Kotoran Lalat, Ini Faktor Penyebab Munculnya Tahi Lalat
Soal asal-usul nama ini, dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK, dari D&I Skin Centre mengaku tidak paham betul. Yang jelas menurutnya, tahi lalat bukanlah kotoran yang ditinggalkan lalat di tubuh dan wajah manusia.
"Tahi lalat itu adalah kumpulan melanin yang menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi di salah satu bagian tubuh, bisa tangan, punggung, atau wajah, dan biasanya genetik," ungkap dr Darma.
dr Darma juga menuturkan bahwa selain faktor bawaan lahir atau genetik, tahi lalat juga dapat terbentuk seiring dengan bertambahnya usia. Pada beberapa kasus, tahi lalat juga bisa mengindikasikan adanya bahaya bagi tubuh seperti kanker kulit atau melanoma.
Ia mengatakan tidak semua tahi lalat berbahaya dan dapat menyebabkan kanker. Untuk mengetahui apakah tahi lalat berbahaya atau tidak, ia mengatakan ada rumus yang bisa digunakan, yakni rumus ABCDE.
"A itu asimetri, B itu border, C itu color, D itu diameter dan E itu Evolution. Kalau memenuhi syarat-syarat itu baru bisa dilihat apakah berbahaya dan harus konsul ke dokter," tutupnya.
Baca juga: Curiga Tahi Lalat Anda Berbahaya? Coba Gunakan Rumus ABCDE
(mrs/fds)











































