Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) menjadi salah satu penyakit paru langka yang masih sulit mendapatkan penanganan karena di Indonesia tidak tersedia terapi atau obat-obatan yang secara tempat mampu menangani penyakit ini. Diperkirakan ada 5.577 kasus IPF pada tahun 2017.
Seperti semua penyakit langka, IPF adalah penyakit yang irreversible (tidak dapat kembali seperti semula) dan memerlukan perawatan yang berkelanjutan agar meningkatkan kualitas hidup si pengidap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bulan Januari lalu, berita segar datang untuk para pengidap IPF. Yaitu dimudahkannya akses dan teregistrasi secara legal oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dibantu oleh Kementerian Kesehatan RI.
"Obat untuk IPF ini emang baru ya, dan sudah teregistrasi di Badan POM 1 Januari 2018 lalu. Saya bersyukur obat ini sudah teregistrasi.," kata Dettie Yuliati, M.Si, Kepala Direktorat Kefarmasian Kemenkes RI, pada acara Edukasi Media 'Kenali IPF karena Setiap Tarikan Napas Berharga' di Jakarta Selatan, Jum'at (2/3/108).
Pirfenidone adah obat berbentuk tablet yang harus diminum oleh pasien IDF selama 3 kali sehari secara terus-menerus, merupakan pengobatan anti-fibrotik pertama untuk pasien IPF yang membantu mengurangi penurunan fungsi paru secara relatif sebesar 41 persen.
Pirfenidone disetujui penggunaannya oleh BPOM melalui jalur evaluasi Fast Track (dalam 100 hari kerja) dan kini telah tersedia di Indonesia. Akses terhadap pirfenidone sangat penting karena manfaat yang ditawarkannya kepada pengidap IPF.
"Kalau sudah terdaftar di Badan POM itu sudah aman. Sudah ada di Indonesia jadi sudah tidak takut lagi," tutur Dettie.
Baca juga: Meninggal Saat Tunggu Donor Paru, Sarah Selamatkan 3 Nyawa Dengan Organnya
(Frieda Isyana Putri/up)











































