6 Fakta Penting Seputar Sindrom Autisme Asperger

6 Fakta Penting Seputar Sindrom Autisme Asperger

Frieda Isyana Putri - detikHealth
Sabtu, 26 Mei 2018 09:26 WIB
6 Fakta Penting Seputar Sindrom Autisme Asperger
Penyandang sindrom autisme asperger khususnya bisa sulit dikenali. (Foto: Thinkstock)
Jakarta - Sindrom asperger di Indonesia masih cukup langka, ada sekitar 150 ribu kasus per tahunnya. Selain itu, dengan masuknya asperger dalam spektrum autisme, kebanyakan orang-orang akan memukul rata autisme dengan asperger.

Walau begitu, ada banyak fakta-fakta mengenai sindrom ini yang mungkin jauh berbeda, karena bisa jadi ada orang di sekitar kita yang mengidapnya namun tak kita sadari karena mereka tampak biasa saja, yaitu mereka yang kerap kita juluki 'si jenius yang antisosial'.

Dihimpun dari berbagai sumber, berikut 6 fakta penting yang perlu kamu tahu mengenai sindrom asperger:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan lagi kondisi terpisah

Foto: Thinkstock
Dulu, sebelum sindrom asperger dimasukkan ke dalam buku pedoman psikiater dunia Diagnostic and Statistical Manual 5 atau DSM-5 pada 2013, sindrom ini masih dianggap kondisi yang terpisah dari autisme atau gangguan kesehatan mental.

Namun kini sindrom asperger masuk dalam Autism Spectrum Disorder (ASD) atau spektrum autisme, di mana menjadikannya salah satu gangguan mental. Yang berarti, apapun perilaku yang mencerminkan sindrom ini akan disebut juga sebagai dan disebabkan oleh autisme

Asperger kadang disebut juga sebagai 'High Functioning Autism' karena perilaku mereka tidak separah itu atau masih dapat dipahami layaknya orang tanpa autisme. Akan tetapi, tetap saja kasusnya akan menjadi bagian dari kondisi tersebut.

Tak diketahui apa penyebabnya

Foto: Dok. Kate Miller-Wilson
Penyebab sindrom asperger masih menjadi misteri, tentang bagaimana bisa ada bagian otak yang membuat kita hanya dapat fokus pada satu hal saja dan amat parah dalam hal lainnya. Para peneliti mengungkapkan hal ini terkait dengan perubahan dini pada struktur otak saat berkembang dalam janin dan kehidupan awal anak.

Namun apa yang menjadi penyebabnya belum sepenuhnya dipahami. Satu hal yang jelas adalah gen dan herediter yang berperan besar, di mana diungkapkan oleh sebuah studi yang meneliti anak kembar identik, salah satunya mengidap asperger sudah pasti 30 persen anak lainnya akan mengidapnya juga.

Merupakan 'developmental disorder'

Foto: ilustrasi/thinkstock
Developmental disorder adalah disabilitas yang kronis dan parah, kurang lebih muncul pada usia 5 tahun dengan adanya keterbatasan dalam menjaga diri, berbahasa? belajar, bergerak, kemampuan mandiri, atau mampu secara ekonomis.

Sindrom asperger biasanya diidap sejak lahir dan terus ada seumur hidup. Biasanya akan berdampak pada kemampuan belajar, berbahasa, kemandirian, dan menjaga diri dalam seseorang meski tak selalu terpengaruh.

Asperger dianggap developmental disorder karena sindrom ini merupakan kondisi seumur hidup dan memiliki dampak yang sangat penting dalam kehidupan seseorang.

Melibatkan masalah sosialisasi

Foto: thinkstock
Anak dengan autisme biasanya dikenali dengan ketidakinginan mereka berbaur dengan orang lain. Sedangkan pada anak yang memiliki Asperger, mereka secara umum ingin berinteraksi dengan orang lain.

Masalahnya adalah, mereka merasa sulit, seperti sulit memahami peraturan sosial dan kurang memiliki empati. Penggunakan gerak tubuh mereka bisa jadi kurang atau tidak pada tempatnya, dan kontak mata mereka bisa jadi terbatas.

Intelejensia tidak berperan

Foto: Daily Mail
Berbeda dengan autisme yang biasanya secara negatif berdampak pada kecerdasan seseorang, pengidap asperger justru malah punya kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Biasanya karakteristiknya ditunjukkan dengan terobsisinya mereka dengan satu hal yang spesifik dan menjadi sangat ahli dalam hal tersebut.

Misalnya seperti pianis andal Ananda Sukarlan yang mengaku sangat terobsesi bermain piano dan akhirnya menjadi sangat piawai dalam hal tersebut, tetapi ia bukan termasuk anak jenius atau pintar. Namun di sini juga bukan berarti dia berbakat atau jenius bermain piano, hanya saja ia kebetulan sangat menyukai bermain piano yang ia anggap sebagai perantaranya menyalurkan emosi yang tak sanggup ia ekspresikan.

Tidak terkait dengan kekerasan

Foto: Thinkstock
Tak ada bukti bahwa pengidap asperger cenderung melakukan kekerasan, walau memang kadang dibarengi dengan beberapa kondisi gangguan mental lainnya seperti kecemasan, depresi, gangguan bipolar. Di mana perilaku kasar yang mungkin mereka lakukan lebih terkait dengan kondisi-kondisi tersebut ketimbang disebabkan oleh asperger itu sendiri.

"Tak ada kaitan yang jelas antara asperger dengan perilaku kasar. Walau memang ada tingkatan tinggi dalam perilaku agresif pada pengidap asperger atau autisme juga, merencanakan dan secara sengaja melakukan kekerasan bukan karakteristik dari asperger," jelas Prof Elizabeth Laugeson dari University of California, Los Angeles, dikutip dari

Halaman 2 dari 7
Dulu, sebelum sindrom asperger dimasukkan ke dalam buku pedoman psikiater dunia Diagnostic and Statistical Manual 5 atau DSM-5 pada 2013, sindrom ini masih dianggap kondisi yang terpisah dari autisme atau gangguan kesehatan mental.

Namun kini sindrom asperger masuk dalam Autism Spectrum Disorder (ASD) atau spektrum autisme, di mana menjadikannya salah satu gangguan mental. Yang berarti, apapun perilaku yang mencerminkan sindrom ini akan disebut juga sebagai dan disebabkan oleh autisme

Asperger kadang disebut juga sebagai 'High Functioning Autism' karena perilaku mereka tidak separah itu atau masih dapat dipahami layaknya orang tanpa autisme. Akan tetapi, tetap saja kasusnya akan menjadi bagian dari kondisi tersebut.

Penyebab sindrom asperger masih menjadi misteri, tentang bagaimana bisa ada bagian otak yang membuat kita hanya dapat fokus pada satu hal saja dan amat parah dalam hal lainnya. Para peneliti mengungkapkan hal ini terkait dengan perubahan dini pada struktur otak saat berkembang dalam janin dan kehidupan awal anak.

Namun apa yang menjadi penyebabnya belum sepenuhnya dipahami. Satu hal yang jelas adalah gen dan herediter yang berperan besar, di mana diungkapkan oleh sebuah studi yang meneliti anak kembar identik, salah satunya mengidap asperger sudah pasti 30 persen anak lainnya akan mengidapnya juga.

Developmental disorder adalah disabilitas yang kronis dan parah, kurang lebih muncul pada usia 5 tahun dengan adanya keterbatasan dalam menjaga diri, berbahasa? belajar, bergerak, kemampuan mandiri, atau mampu secara ekonomis.

Sindrom asperger biasanya diidap sejak lahir dan terus ada seumur hidup. Biasanya akan berdampak pada kemampuan belajar, berbahasa, kemandirian, dan menjaga diri dalam seseorang meski tak selalu terpengaruh.

Asperger dianggap developmental disorder karena sindrom ini merupakan kondisi seumur hidup dan memiliki dampak yang sangat penting dalam kehidupan seseorang.

Anak dengan autisme biasanya dikenali dengan ketidakinginan mereka berbaur dengan orang lain. Sedangkan pada anak yang memiliki Asperger, mereka secara umum ingin berinteraksi dengan orang lain.

Masalahnya adalah, mereka merasa sulit, seperti sulit memahami peraturan sosial dan kurang memiliki empati. Penggunakan gerak tubuh mereka bisa jadi kurang atau tidak pada tempatnya, dan kontak mata mereka bisa jadi terbatas.

Berbeda dengan autisme yang biasanya secara negatif berdampak pada kecerdasan seseorang, pengidap asperger justru malah punya kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Biasanya karakteristiknya ditunjukkan dengan terobsisinya mereka dengan satu hal yang spesifik dan menjadi sangat ahli dalam hal tersebut.

Misalnya seperti pianis andal Ananda Sukarlan yang mengaku sangat terobsesi bermain piano dan akhirnya menjadi sangat piawai dalam hal tersebut, tetapi ia bukan termasuk anak jenius atau pintar. Namun di sini juga bukan berarti dia berbakat atau jenius bermain piano, hanya saja ia kebetulan sangat menyukai bermain piano yang ia anggap sebagai perantaranya menyalurkan emosi yang tak sanggup ia ekspresikan.

Tak ada bukti bahwa pengidap asperger cenderung melakukan kekerasan, walau memang kadang dibarengi dengan beberapa kondisi gangguan mental lainnya seperti kecemasan, depresi, gangguan bipolar. Di mana perilaku kasar yang mungkin mereka lakukan lebih terkait dengan kondisi-kondisi tersebut ketimbang disebabkan oleh asperger itu sendiri.

"Tak ada kaitan yang jelas antara asperger dengan perilaku kasar. Walau memang ada tingkatan tinggi dalam perilaku agresif pada pengidap asperger atau autisme juga, merencanakan dan secara sengaja melakukan kekerasan bukan karakteristik dari asperger," jelas Prof Elizabeth Laugeson dari University of California, Los Angeles, dikutip dari

(frp/up)

Berita Terkait