Mitos dan Fakta Mengenai Depresi dan Bunuh Diri

ADVERTISEMENT

Mitos dan Fakta Mengenai Depresi dan Bunuh Diri

Widiya Wiyanti - detikHealth
Rabu, 06 Jun 2018 14:38 WIB
Mitos dan fakta seputar depresi dan bunuh diri seperti yang dialami Kate Spade. Foto: Dok. Getty Images
Jakarta - Depresi merupakan kondisi yang paling banyak dialami oleh masyarakat dunia dibandingkan dengan penyakit lain seperti penyakit jantung ataupun diabetes.

Sayangnya orang-orang yang tak bisa menang melawan depresi lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Seperti desainer kondang Kate Spade yang meninggal dengan dugaan bunuh diri karena mengalami depresi selama bertahun-tahun.

Masalah depresi ini tidak boleh diabaikan agar tak berujung bunuh diri. Kita harus tahu fakta dan mitos mengenai kedua hal tersebut.


Mitos

1. Bunuh diri memuncak saat musim liburan

Dikutip dari Health, ilmuwan Marcia Valenstein, MD mengatakan bahwa memang ada waktu spesifik orang berpikir untuk bunuh diri. Namun bukan berarti semua orang akan berpikir demikian.

Diungkapkan pula oleh profesor psikiatri dari University of Michigan, dr Valenstein, kebanyak orang berpikir musim liburan adalah waktu yang berisiko untuk meningkatnya kasus bunuh diri. Namun ia mengatakan bahwa itu hanya sekedar mitos belaka.

2. Kebanyakan terjadi pada remaja

Orang banyak berpikir bahwa depresi yang berakhir bunuh diri sering terjadi pada usia remaja. Namun itu hanyalah mitos. Menurut data dari American Foundation for Suicide Prevention, risiko tertinggi seseorang melakukan bunuh diri ada di rentang usia 45-54 tahun dengan kasus sebanyak 19,72 kematian per 100.000.

Sedangkan pada usia di atas 85 tahun terdapat 19 kasus per 100.000 orang, dan pada populasi produktif hanya 13 kasus per 100.000 orang. Ini menunjukkan bahwa usia tidak menjamin tingkat depresi dan bunuh diri.

3. Depresi selalu jadi penyebab bunuh diri

Orang yang melakukan bunuh diri kerap dicap karena mengalami depresi. Namun menurut dr Valenstein, alkohol juga memainkan peranan penting dalam kasus bunuh diri. Sekitar 1 dari 3 kasus itu disebabkan karena alkohol yang memabukkan.

"Dengan skrining dan pengobatan yang jauh lebih aktif, depresi bisa membawa lebih jauh stigma sekarang, tetapi tetap menjadi salah satu faktor risiko besar untuk bunuh diri," katanya.

4. Negara miskin berisiko tinggi masyarakatnya bunuh diri

Faktanya, banyak negara kaya memiliki tingkat bunuh diri yang lebih tinggi daripada negara berkembang. Negara dengan pendapatan per kapita tinggi seperti Rusia justru termasuk negara yang tinggi akan kasus bunuh diri. Sekitar 32 dari 100.000 orang di Rusia melakukan bunuh diri setiap tahunnya.

5. Bunuh diri sering terjadi di akhir pekan

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa bunuh diri kerap terjadi di weekend. Namun sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa sebagian besar kasus bunuh diri terjadi pada hari Senin.

Meskipun belum jelas, namun dr Valenstein juga mengatakan bahwa paling umum bunuh diri terjadi pada awal minggu. "Saya akan berasumsi bahwa awal minggu kerja adalah waktu yang lebih menegangkan bagi orang-orang," katanya.


Fakta

1. Tinggi kasus bunuh diri disebabkan ketinggian suatu tempat

Percaya atau tidak, semakin tinggi rumah seseorang, maka risiko bunuh diri juga semakin tinggi. Ini dibuktikan dengan penelitian tahun 2011 yang menunjukkan sekitar 70 persen kasus bunuh diri berada di wilayah 2.000 meter di atas permukaan laut.

Peneliti mengatakan bahwa faktor ini setara dengan faktor lain, seperti kepemilikan senjata ataupun kepadatan penduduk.

2. Kreatif dikaitkan dengan risiko bunuh diri

Kreativitas, depresi, dan bunuh diri kerap dikait-kaitkan. Dan tidak heran beberapa orang keatif dalam sejarah mengalami masalah mental, musisi Chester Bennington, Kurt Cobain, dan DJ Avicii.

Beberapa penulis yang menempatkan dirinya sebagai orang pertama juga dikaitkan dengan risiko bunuh diri yang meningkat. Seperti penulis terkenal Ernest Hemingway, Sylvia Plath, dan David Foster Wallace.

3. Orang terdekat memengaruhi risiko bunuh diri

Terkadang riwayat depresi bisa terjadi karena masalah dengan orang terdekat. Jika keluarga atau teman dekat bisa memainkan peran penting, maka orang tersebut akan jauh dari pikiran untuk bunuh diri. Dukungan sosial yang kuat bisa menurunkan risiko bunuh diri.

4. Sebagian besar upaya bunuh diri gagal

Menurut dr Valenstein, hanya 1 dari setiap 10-25 upaya bunuh diri yang benar-benar menghasilkan kematian.

"Pastikan orang-orang yang Anda khawatirkan tidak memiliki persediaan obat-obatan atau akses ke senjata agar menyulitkan mereka untuk membuat pikiran bunuh diri," sarannya.

5. Perawatan bisa mencegah risiko bunuh diri

Tidak ada cara pasti untuk mencegah bunuh diri. Namun, dr Valenstein mengatakan bahwa perawatan dari gangguan mental bisa mengurangi pikiran untuk bunuh diri, khususnya di kalangan orang usia tua.

(wdw/up)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT