Jakarta -
Diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) ada sebanyak 50 juta orang di dunia mengidap epilepsi atau penyakit ayan. Di Indonesia sendiri, sekitar 150 kasus epilepsi terjadi dalam setahun.
Baru-baru ini ramai di Twitter mengenai bahaya menonton film kartun The Incredibles 2 produksi Disney dan Pixar pada pengidap epilepsi, khususnya epilepsi jenis photosensitive. Lantaran adanya kedipan cahaya terang dan berbagai macam stimulasi visual yang dapat memicu gejala.
Terkait dengan hal tersebut, pihak Disney telah mengeluarkan peringatan yang ditempel di bioskop-bioskop di Amerika Serikat. Untuk lebih mengetahui seputar epilepsi, berikut detikHealth rangkum fakta-faktanya:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum ada penyebab pasti
Foto: Thinkstock
|
Sekitar 50 persen dari epilepsi yang terdiagnosis tak diketahui penyebabnya, menurut situs Mayo Clinic. Yang teridentifikasi biasanya disebabkan oleh genetik, trauma pada kepala setelah jatuh atau kecelakaan mobil, penyakit pada otak misalnya stroke, Alzheimer's atau tumor, penyakit infeksi seperti AIDS dan meningitis, cedera saat hamil seperti nutrisi buruk atau kekurangan oksigen.Gangguan perkembangan seperti autisme dan neufibromatosis juga bisa berperan dalam menyebabkan epilepsi. Sementara stroke menjadi penyebab utama epilepsi pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun.
Setiap kejang bukan berarti epilepsi
Foto: thinkstock
|
Dilansir Health Line, menurut Dr Lawrence Seiden seorang psikiater dari Peachtree Neurological Clinic, sebuah kejang dapat dikategorikan kejang epilepsi jika "tidak terprovokasi dan terjadi dua atau tiga kali."Biasanya kejang nonepilepsi dipancing oleh kondisi medis sementara seperti demam tinggi atau level gula darah yang rendah. Sebagai tambahan, kejang epilepsi disebabkan oleh masalah elektrik di otak yang berbeda dari kejang nonepilepsi.
Gejalanya bisa bermacam-macam
Foto: thinkstock
|
Ditulis dalam Mayo Clinic, gejala dari epilepsi bisa beragam, mulai dari pandangan kosong saat kejang hingga sentakan berulang dari salah satu lengan atau kaki. Akan tetapi, kejang ringan juga bisa berbahaya terutama saat menyetir, berenang atau berada di lokasi berbahaya.Epilepsi juga terkait dengan masalah kesehatan kronis lainnya seperti depresi, obesitas, tulang keropos dan gangguan reproduksi.
Hingga 18 persen pengidapnya mati mendadak
Foto: Thinkstock
|
Mati mendadak akibat epilepsi atau disebut Sudden Unexplained Death in Epilepsy (SUDEP) masih belum jelas penyebabnya. Namun para dokter memiliki beberapa teori mengenai hal tersebut, salah satunya disebabkan oleh ritme jantung tak beraturan (aritmia) atau gagal jantung.Kejang epilepsi dapat menyebabkan jeda pada napas, yang dikenal sebagai apnea. Ketika jedanya terlalu lama, level oksigen dalam darah bisa turun ke level yang berbahaya.
Sekitar 50 persen dari epilepsi yang terdiagnosis tak diketahui penyebabnya, menurut situs Mayo Clinic. Yang teridentifikasi biasanya disebabkan oleh genetik, trauma pada kepala setelah jatuh atau kecelakaan mobil, penyakit pada otak misalnya stroke, Alzheimer's atau tumor, penyakit infeksi seperti AIDS dan meningitis, cedera saat hamil seperti nutrisi buruk atau kekurangan oksigen.
Gangguan perkembangan seperti autisme dan neufibromatosis juga bisa berperan dalam menyebabkan epilepsi. Sementara stroke menjadi penyebab utama epilepsi pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun.
Dilansir Health Line, menurut Dr Lawrence Seiden seorang psikiater dari Peachtree Neurological Clinic, sebuah kejang dapat dikategorikan kejang epilepsi jika "tidak terprovokasi dan terjadi dua atau tiga kali."
Biasanya kejang nonepilepsi dipancing oleh kondisi medis sementara seperti demam tinggi atau level gula darah yang rendah. Sebagai tambahan, kejang epilepsi disebabkan oleh masalah elektrik di otak yang berbeda dari kejang nonepilepsi.
Ditulis dalam Mayo Clinic, gejala dari epilepsi bisa beragam, mulai dari pandangan kosong saat kejang hingga sentakan berulang dari salah satu lengan atau kaki. Akan tetapi, kejang ringan juga bisa berbahaya terutama saat menyetir, berenang atau berada di lokasi berbahaya.
Epilepsi juga terkait dengan masalah kesehatan kronis lainnya seperti depresi, obesitas, tulang keropos dan gangguan reproduksi.
Mati mendadak akibat epilepsi atau disebut Sudden Unexplained Death in Epilepsy (SUDEP) masih belum jelas penyebabnya. Namun para dokter memiliki beberapa teori mengenai hal tersebut, salah satunya disebabkan oleh ritme jantung tak beraturan (aritmia) atau gagal jantung.
Kejang epilepsi dapat menyebabkan jeda pada napas, yang dikenal sebagai apnea. Ketika jedanya terlalu lama, level oksigen dalam darah bisa turun ke level yang berbahaya.
(frp/up)