Gangguan makan secara resmi diklasifikasikan sebagai gangguan mental oleh Manual Diagnosis dan Statistik Gangguan Mental (DSM). Kebanyakan gangguan makan yang lebih dikenal adalah anoreksia nervosa dan bulimia nervosa.
Terlepas dari kasus kedua seleb di atas, dengan berbagai ekspose dari media akan citra tubuh yang lebih ramping atau berotot, masalah gangguan makan ini tampak meningkat. Mari kenali beberapa jenis gangguan makan lainnya:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gangguan berpesta makan
|
Foto: Thinkstock
|
Gejala yang dimunculkan mirip dengan bulimia, namun perbedaannya mereka tidak membatasi kalori, berolahraga atau diet ekstrem, atau kebiasaan memuntahkan kembali makanan mereka sebagai kompensasi setelah berpesta makan.
Tanda-tanda gangguan ini adalah: makan banyak secara cepat, diam-diam hingga sangat kenyang walau tidak lapar, merasa kehilangan kontrol saat sedang berpesta makan, merasakan stres karena rasa malu, jijik atau bersalah saat memikirkan kebiasaan berpesta makan.
Melihat kebiasaan berpesta makan ini sudah pasti pengidapnya kegemukan atau obesitas. Sehingga menyebabkan mereka berisiko tinggi terkena komplikasi seperti penyakit jantung, stroke dan diabetes tipe 2.
Pica
|
Foto: Thinkstock
|
Pica dapat terjadi baik pada orang dewasa, anak dan remaja. Dan paling sering ditemukan pada anak-anak, ibu hamil dan orang yang memiliki disabilitas mental. Mereka sangat berisiko keracunan, infeksi, luka usus dan kekurangan nutrisi, hingga kematian.
Namun, tradisi atau budaya untuk memakan hal-hal yang bukan makanan tidak termasuk dalam gangguan makan ini. Di Indonesia pernah terjadi seperti kasus-kasus di mana anak-anak memakan kapur barus, obat nyamuk atau bahkan sabun.
Gangguan ruminasi
|
Foto: thinkstock
|
Umumnya gangguan ini terjadi selama 30 menit pertama setelah makan dan dilakukan dengan sengaja. Gangguan ruminasi bisa terjadi pada siapa saja. Pada bayi, biasanya terlihat antara usia 3-12 bulan dan kadang hilang dengan sendirinya, namun jika terjadi pad anak-anak dan dewasa membutuhkan terapi.
Jika saat bayi tidak teratasi, maka bisa berakibat berkurang berat badan dan malnutrisi yang parah yang bisa berujung fatal. Orang dewasa dengan gangguan ini mungkin terlihat membatasi jumlah makanan mereka, terutama saat di depan umum, sehingga membuat mereka jadi terlampau kurus.
ARFID
|
Foto: Thinkstock
|
Pengidap gangguan ini biasanya disebabkan baik oleh hilangnya ketertarikan untuk makan atau ketidaksukaan atas bau, rasa, warna, tekstur atau temperatur tertentu. Dan umumnya perilaku makan mereka mengganggu saat makan bersama-sama, misalnya.
Perlu dicatat bahwa ARFID melebihi perilaku normal, contohnya adalah memilih-milih makanan (picky eater) pada balita atau asupan makanan yang sedikit pada orang dewasa.
Gangguan makan lainnya
|
Foto: thinkstock
|
a. Gangguan muntah atau purging: pengidapnya punya kecenderungan memuntahkan kembali makanan mereka atau menggunakan obat pencahar serta olahraga berlebihan. Namun mereka tidak berpesta makanan, sehingga berbeda dengan bulimia nervosa.
b. Sindrom makan tengah malam: biasanya pengidapnya sering makan berlebihan setelah terbangun di tengah malam.
c. EDNOS (Eating disorder not otherwise specified) atau gangguan makan yang belum terspesifikasi, misalnya beberapa kondisi yang memiliki beberapa gejala yang mirip seperti gangguan makan namun tidak cocok dengan katergori-kategorinya.
Salah satu EDNOS yang sedang viral baru-baru ini adalah orthorexia, yakni sebuah perilaku di mana seseorang terobsesi dengan makanan sehat sampai titik mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya mengeliminasi sekelompok makanan karena takut tidak sehat.
Halaman 2 dari 6











































