Jakarta -
Heboh kopi instan yang terbakar sebetulnya bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya pernah ada kerupuk, bihun, biskuit, dan makanan olahan lain yang bisa terbakar. Hal ini sebetulnya bisa meningkatkan kewaspadaan masyarakat, namun efek sampingnya adalah heboh dan ketakutan yang sebetulnya tidak perlu terjadi.
Makanan yang beredar di masyarakat hampir seluruhnya menggunakan bahan kimia sintetis. Penambahan zat kimia bertujuan memanjangkan umur simpan, masa pakai, dan tampilan produk. Tentunya penambahan zat tidak bertujuan mengubah kandungan dalam produk hingga dikonsumsi manusia. Zat yang digunakan dalam makanan umumnya memang tidak menyebabkan infeksi atau korban jiwa.
Dan penting juga untuk dicatat, nyala api saat suatu produk makanan atau minuman dibakar tidak serta-merta menunjukkan adanya kandungan tertentu di dalamnya. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, makanan atau minuman apapun yang menandung rantai karbon, berpori, dan memiliki kadar air rendah, pasti menyala saat disulut api. Butuh pengujian lebih lanjut di laboratorium untuk memastikan kandungan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut beberapa zat yang bisa menyebabkan makanan terbakar
Plastik
Foto: thinkstock
|
Kabar adanya plastik mengemuka saat kerupuk dan gorengan perlahan terbakar. Dikutip dari Reuters, plastik memang digunakan dalam industri makanan dalam bentuk Azodicarbonamide (ADA). Temuan ADA pada produk berbagai jenis roti, pizza, pastries, dan totilla sempat menghebohkan publik Amerika Serikat. Desakan publik menyebabkan sebuah fastfood waralaba menarik ADA dalam produknya, meski yakin zat tersebut aman bagi konsumen.Food and Drug Administration (FDA) mengizinkan penggunaan maksimal ADA sebesar 45 ppm atau 2,05 gram per 45 kilogram tepung. Sedangkan Australia dan beberapa negara Eropa sepakat melarang penggunaan ADA. World Health Organization (WHO) menyatakan paparan ADA bisa menyebabkan masalah pernapasan dan iritasi kulit.
ADA sendiri memang punya sifat mudah terbakar atau flammable. Sebagai zat aditif, ADA digunakan sebagai bahan pemutih tepung atau pengembang adonan. Dalam industri plastik, ADA digunakan untuk meningkatkan elastisitas produk dan bisa ditemukan pada sepatu atau matras yoga.
Lilin
Foto: thinkstock
|
Dikutip dari The Spruce Eats, lilin atau paraffin wax banyak digunakan sebagai pengawet makanan. Lilin menyebabkan buah, sayur, dan permen terlihat berkilau. Efek serupa diterapkan pada olahan keju dan coklat saat mengeras. Lilin juga memperlambat proses pembusukan dan hilangnya kelembaban alami produk.FDA telah mengizinkan penggunaan lilin sebagai pengawet karena aman bila dikonsumsi. Lilin yang bisa dimakan (edible) terbuat dari minyak sayur, turunan minyak sawut, dan resin (getah) sintetos yang bisa diolah sistem pencernaan. Zat aditif tersebut tidak mempengaruhi kandungan gizi makanan dan kesehatan konsumen.
Sebagai produk turunan minyak bumi, lilin sebagai pengawet mudah terbakar. Orang yang alergi terhadap aspirin umumnya sensitif terhadap kandungan lilin pada makanan. Mereka yang alergi sebaiknya menghindari atau tak mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan lilin.
Sodium aluminosilicate
Foto: thinkstock
|
Ini adalah bahan kimia yang menyebabkan kopi instan bisa terbakar. Sama seperti plastik, bahan kimia ini digunakan sebagai anticaking agent pada produk berbentuk bubuk. Dengan mengurangi kelembaban, tiap butir bubuk pada produk tidak tercampur saat terpapar udara bebas.Sodium aluminosilicate sendiri memang mudah terbakar bila terpapar oksigen. Namun efek ini tidak muncul dengan minimnya kandungan zat tersebut pada kopi, coklat, atau sup instan berbentuk bubuk.
Kabar adanya plastik mengemuka saat kerupuk dan gorengan perlahan terbakar. Dikutip dari
Reuters, plastik memang digunakan dalam industri makanan dalam bentuk Azodicarbonamide (ADA). Temuan ADA pada produk berbagai jenis roti, pizza, pastries, dan totilla sempat menghebohkan publik Amerika Serikat. Desakan publik menyebabkan sebuah fastfood waralaba menarik ADA dalam produknya, meski yakin zat tersebut aman bagi konsumen.
Food and Drug Administration (FDA) mengizinkan penggunaan maksimal ADA sebesar 45 ppm atau 2,05 gram per 45 kilogram tepung. Sedangkan Australia dan beberapa negara Eropa sepakat melarang penggunaan ADA. World Health Organization (WHO) menyatakan paparan ADA bisa menyebabkan masalah pernapasan dan iritasi kulit.
ADA sendiri memang punya sifat mudah terbakar atau flammable. Sebagai zat aditif, ADA digunakan sebagai bahan pemutih tepung atau pengembang adonan. Dalam industri plastik, ADA digunakan untuk meningkatkan elastisitas produk dan bisa ditemukan pada sepatu atau matras yoga.
Dikutip dari The Spruce Eats, lilin atau paraffin wax banyak digunakan sebagai pengawet makanan. Lilin menyebabkan buah, sayur, dan permen terlihat berkilau. Efek serupa diterapkan pada olahan keju dan coklat saat mengeras. Lilin juga memperlambat proses pembusukan dan hilangnya kelembaban alami produk.
FDA telah mengizinkan penggunaan lilin sebagai pengawet karena aman bila dikonsumsi. Lilin yang bisa dimakan (edible) terbuat dari minyak sayur, turunan minyak sawut, dan resin (getah) sintetos yang bisa diolah sistem pencernaan. Zat aditif tersebut tidak mempengaruhi kandungan gizi makanan dan kesehatan konsumen.
Sebagai produk turunan minyak bumi, lilin sebagai pengawet mudah terbakar. Orang yang alergi terhadap aspirin umumnya sensitif terhadap kandungan lilin pada makanan. Mereka yang alergi sebaiknya menghindari atau tak mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan lilin.
Ini adalah bahan kimia yang menyebabkan kopi instan bisa terbakar. Sama seperti plastik, bahan kimia ini digunakan sebagai anticaking agent pada produk berbentuk bubuk. Dengan mengurangi kelembaban, tiap butir bubuk pada produk tidak tercampur saat terpapar udara bebas.
Sodium aluminosilicate sendiri memang mudah terbakar bila terpapar oksigen. Namun efek ini tidak muncul dengan minimnya kandungan zat tersebut pada kopi, coklat, atau sup instan berbentuk bubuk.
(Rosmha Widiyani/up)