Sambut Black Friday, Ini Trik Psikologi untuk Menarik Pelanggan Berbelanja

Sambut Black Friday, Ini Trik Psikologi untuk Menarik Pelanggan Berbelanja

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Jumat, 23 Nov 2018 13:21 WIB
Sambut Black Friday, Ini Trik Psikologi untuk Menarik Pelanggan Berbelanja
Ternyata ada trik khusus lho biar kamu belanja lebih banyak. (Foto: Maikel Jefriando)
Jakarta - Nggak cuma orang Indonesia yang suka belanja, warga Amerika Serikat pun berbondong-bondong sambut Black Friday yang akan dilangsungkan pekan ini. Berbagai toko retail baik online maupun offline mulai bersiap menyambut pelanggan dengan diskon yang ditawarkan.

Banyak pengecer yang menggunakan trik psikologi untuk memanipulasi ruang belanja agar membujuk pelanggan melakukan pembelian. Seringkali, sebagai pelanggan tidak sadar dan abai terhadap hal ini.

"Sungguh menarik melihat hal ini terkadang tidak disadari. Banyak dari ini adalah petunjuk periferal," kata Eric Spangenberg, profesor dan dekan di The Paul Merage School of Business, University of California, dikutip dari CNN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Suasana toko dapat memainkan peran besar dalam membujuk orang untuk membeli lebih banyak dan masuk ke toko untuk memamerkan semangat belanja. Bukan hanya offline, toko online pun punya trik yang hampir sama.

"Jika kamu masuk ke dalam toko, kamu akan mendengar musik yang menyenangkan, wewangian, dan semua barang terlihat berwarna dan dekoratif. Untuk online, kamu memang tidak akan mencium wangi apapun tapi pasti akan melihat warna yang lebih cerah, gambar yang bagus dan rekomendasi barang bermunculan," tutur Khalfani-Cox, CEO dan founder dari Ask The Money Coach.

Saat pesta belanja dimulai, berikut beberapa permainan pikiran yang biasanya digunakan oleh perusahaan untuk menarik minat pelanggan agar membeli lebih banyak barang.

Aroma memikat dari toko

Foto: Foodbeast
Hidung ternyata bisa berperan dalam meyakinkan seseorang untuk membeli sesuatu.

"Ada aroma khusus dan jenis musik yang disukai pada waktu-waktu tertentu. Jika aromanya terlalu rumit atau tidak selaras, pembeli tidak akan mendatangi toko," ujar Spangenberd.

Menurut studi yang diterbitkan dalam Journal of Marketing tahun 2015, beberapa konsumen cenderung membeli lebih banyak ketika mereka berada dalam lingkungan yang beraroma hangat seperti vanila atau kayu manis daripada aroma pepermin atau kayu putih.

Tempo musik yang dimainkan

Foto: Getty Images
Penelitan oleh International Conference on Economics and Management Engineering menemukan bahwa konsumen lebih cenderung membeli produk secara impulsif dengan adanya musik latar yang memiliki ritme lebih cepat.

"Perilaku belanja secara langsung dipengaruhi oleh tempo. Jadi makin baik tempo musik, kecenderungan belanja akan lebih besar," tambahnya.

Barang yang dijual paketan

Foto: Getty Images
Ketika barang ditampilkan dalam setelan atau paket lengkap, konsumen akan cenderung memilih barang tersebut lebih banyak alih-alih membeli secara satuan.

"Kami menemukan jika retailer menjual barang sebagai bagian dari satu set, maka orang akan merasakan 'efek ketidaklengkapan'. Seperti ada yang kurang jika tidak membeli seluruh item dalam satu paket tersebut," katanya.

Tampilan produk yang memperdaya

Foto: Maikel Jefriando
Cara produk ditampilkan di toko mempengaruhi kesediaan konsumen untuk melakukan pembelian. Pengecer bisa menampilkan versi produk dengan harga yang tidak jauh berbeda di samping satu sama lain.

"Teknik framing secara mental akan memberimu kerangka berpikir yang secara tidak sadar membuatmu mengeluarkan uang lebih banyak," tutur Khalfani.

Rekomendasi barang saat belanja online

Foto: GettyImages
Permainan pikiran tidak hanya terjadi di toko saja. Ketika berbelanja online, pengecer menggunakan teknologi untuk melacak perilaku belanja dan bahkan mengingatkan tentang produk yang mungkin ditinggalkan di keranjang belanja.

"Retailer bisa menjadi stalker. Kamu akan sering mendapatkan email dengan pengingat 'lupa sesuatu?' atau 'masih menginginkan ini?' untuk mendorong kembali ke website dan menyelesaikan pembelian. Ini sangat efektif terutama jika pengecer menawarkan diskon terbatas," kata Beth Kobliner, penulis dari CNNMoney.

Saran yang diberikan oleh para ahli yakni abaikan pesan tersebut dan tanyakan pada diri sendiri mengenai barang yang akan dibeli. Ambil waktu luang untuk berfikir apakah barang tersebut sangat dibutuhkan atau tidak.

Halaman 2 dari 6
Hidung ternyata bisa berperan dalam meyakinkan seseorang untuk membeli sesuatu.

"Ada aroma khusus dan jenis musik yang disukai pada waktu-waktu tertentu. Jika aromanya terlalu rumit atau tidak selaras, pembeli tidak akan mendatangi toko," ujar Spangenberd.

Menurut studi yang diterbitkan dalam Journal of Marketing tahun 2015, beberapa konsumen cenderung membeli lebih banyak ketika mereka berada dalam lingkungan yang beraroma hangat seperti vanila atau kayu manis daripada aroma pepermin atau kayu putih.

Penelitan oleh International Conference on Economics and Management Engineering menemukan bahwa konsumen lebih cenderung membeli produk secara impulsif dengan adanya musik latar yang memiliki ritme lebih cepat.

"Perilaku belanja secara langsung dipengaruhi oleh tempo. Jadi makin baik tempo musik, kecenderungan belanja akan lebih besar," tambahnya.

Ketika barang ditampilkan dalam setelan atau paket lengkap, konsumen akan cenderung memilih barang tersebut lebih banyak alih-alih membeli secara satuan.

"Kami menemukan jika retailer menjual barang sebagai bagian dari satu set, maka orang akan merasakan 'efek ketidaklengkapan'. Seperti ada yang kurang jika tidak membeli seluruh item dalam satu paket tersebut," katanya.

Cara produk ditampilkan di toko mempengaruhi kesediaan konsumen untuk melakukan pembelian. Pengecer bisa menampilkan versi produk dengan harga yang tidak jauh berbeda di samping satu sama lain.

"Teknik framing secara mental akan memberimu kerangka berpikir yang secara tidak sadar membuatmu mengeluarkan uang lebih banyak," tutur Khalfani.

Permainan pikiran tidak hanya terjadi di toko saja. Ketika berbelanja online, pengecer menggunakan teknologi untuk melacak perilaku belanja dan bahkan mengingatkan tentang produk yang mungkin ditinggalkan di keranjang belanja.

"Retailer bisa menjadi stalker. Kamu akan sering mendapatkan email dengan pengingat 'lupa sesuatu?' atau 'masih menginginkan ini?' untuk mendorong kembali ke website dan menyelesaikan pembelian. Ini sangat efektif terutama jika pengecer menawarkan diskon terbatas," kata Beth Kobliner, penulis dari CNNMoney.

Saran yang diberikan oleh para ahli yakni abaikan pesan tersebut dan tanyakan pada diri sendiri mengenai barang yang akan dibeli. Ambil waktu luang untuk berfikir apakah barang tersebut sangat dibutuhkan atau tidak.

(up/up)

Berita Terkait