Saat terjadi bencana yang memakan banyak korban, hal yang berikutnya perlu dilakukan adalah mengidentifikasi para korban tersebut. Kerap dinilai lambat, sebenarnya seberapa siap Indonesia soal identifikasi korban bencana?
Menanggapi hal tersebut, dokter forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr Fitri Ambar Sari, SpF, MPH menyebut soal identifikasi korban bencana Indonesia sendiri sudah siap, tidak kalah dari luar negeri. Walau memang soal kelengkapan data antemortem seperti misalnya rekam gigi yang belum cukup banyak dikenal khalayak sebagai salah satu hal yang krusial dalam proses identifikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepolisian RI (Polri) pun menurutnya tidak bisa diremehkan kemampuannya. Pada beberapa kasus kecelakaan pesawat, Polri langsung sigap melakukan identifikasi DNA yang hasilnya bisa keluar dalam 2-5 hari. Dalam kasus Lion Air JT 610 kemarin misalnya, 128 dari 198 korban teridentifikasi dan sampel tidak dikirim ke luar negeri namun langsung diperiksa di laboratorium kepolisian oleh tim Disaster Victim Identification (DVI).
Namun terkadang proses identifikasi tersebut jadi terhambat karena sulitnya mengumpulkan sampel DNA dari keluarga korban, atau rekam medis seperti sidik jari dan rekam gigi. Minimnya data antemortem karena kurang aware warga Indonesia akan pentingnya hal tersebut.
"Kalau saat bencana biasanya motivasi dari keluarga korban besar karena ingin cepat teridentifikasi. Memang jika soal rekam gigi, mungkin bukan hal umum yang semua orang punya. Dan itu sebenarnya bisa dimulai dari diri sendiri sih, kita memotivasi lah untuk mulai bikin rekam gigi," tambah dr Mohammad Ardhian Syaifuddin, SpH, MPH, pada kesempatan yang sama.
Antemortem adalah data-data fisik khas korban sebelum meninggal. Dalam ilmu forensik, ada data yang disebut primer seperti gigi (diindentifikasi lewat rekam gigi, foto radiologi, cetakan gigi, atau foto yang menampakkan keseluruhan gigi), sidik jari atau sidik kaki, dan DNA (diperoleh dari sampel DNA relasi terdekat, objek personal seperti celana dalam belum dicuci, sikat gigi, hanya apabila kondisi korban ditemukan berupa potongan tubuh). Data primer akan lebih baik apabila dipersiapkan oleh kita sendiri sebagai antisipasi bencana.
Kemudian data sekunder berupa foto terduga korban, foto terakhir sebelum bencana atau foto yang menunjukkan ciri-ciri khusus korban. Data sekunder biasanya diperoleh dari keluarga korban untuk diberikan kepada tim DVI sebagai penunjang proses identifikasi.












































