Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar pesimis rencana ini bisa terwujud. Sektor layanan publik memiliki penanggung jawab sendiri mulai dari daerah hingga pusat. Lembaga penanggung jawab tak bisa langsung menerapkan sanksi seperti harapan BPJS Kesehatan.
"Rencana ini jadi omong kosong selama tidak ada aturan baru. Kami mengusulkan Instruksi Presiden (Inpres) supaya BPJS Kesehatan bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah dan sektor layanan publik," kata Koordinator Advokasi BPJS Watsch Timboel Siregar pada detikHealth, Jumat (21/12/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana penerapan sanksi terkait dengan kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan per 1 Januari 2019, seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 82 tahun 2018. Sanksi layanan publik sebetulnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 86 tahun 2013.
Sayangnya, aturan sanksi tak sejalan dengan peraturan penerbitan SIM, IMB, dan paspor. Timboel menjelaskan SIM, IMB, dan paspor adalah hak seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Aturan tak mencantumkan pembatasan bagi yang menunggak iuran BPJS Kesehatan.
Inpres diperlukan untuk menjembatani celah antar aturan yang telah terbit, sehingga sanksi layanan publik bisa segera diterapkan. Sanksi diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan peserta untuk membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulan. Sanksi juga memungkinkan terselenggaranya konsep gotong royong dalam Universal Health Coverage (UHC) per 2019.
Simak juga video 'Pemerintah Kembali Suntik Dana BPJS Kesehatan Sebesar Rp 5,26 T':
(up/up)











































