Menurut Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB Pernefri), dr Aida Lydia, PhD, SpPP-KGH, hipertensi dan diabetes adalah faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal kronik yang pada hasil Riskesdas 2018 prevalensinya meningkat sebesar 3,8 persen dengan kenaikan 1,8 persen dari tahun 2013.
"Diabetes dan hipertensi, keduanya mengganggu pembuluh darah di ginjal, dan kemudian terjadi kerusakan filtrasi dan lama-lama menggangu fungsi ginjal," ujarnya saat Press Conference World Kidney Day 2019 di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Aida menambahkan, biasanya penyakit ginjal tidak memiliki gejala pada saat stadium awal, sehingga biasanya terdeteksi pada stadium lebih lanjut, dan bahkan diketahui pada saat ginjal sudah tidak berfungsi atau gagal ginjal.
"Pertama kenali diri sendiri dan keluarga, ada risiko nggak, apa ada yang sakit ginjal, atau hipertensi, atau diabetes? Kalau memang demikian sudah sebaiknya diperiksakan darah dan urine," saran dr Aida.
Penyakit ginjal kronik diketahui sulit dan memakan waktu lama untuk penyembuhan. Selain itu penyakit ginjal termasuk penyakit katastropik yang mengancam jiwa yang memakan total biaya sebesar 3,1 triliun rupiah pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Maka dari itu, dr Aida menyarankan untuk mencegah penyakit ginjal dengan cara mencegah faktor risikonya utamanya, yaitu hipertensi dan diabetes dengan menerapkan pola makan yang sehat dan cukup beraktivitas fisik.












































