Dikutip dari BBC, nenek ini disebut tinggal di Kongo, di mana suaminya juga sudah meninggal akibat Ebola. Kemudian ia ikut bersama anak perempuannya pindah ke Uganda, namun justru ia dan cucunya meninggal.
Direktur Wellcome Trust Dr Jeremy Farrar mengatakan epidemi ini adalah yang terburuk sejak wabah tahun 2013-2016 dan tak ada tanda-tanda akan berhenti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr Jeremy menyebut wabah ini tragis namun sayangnya tidak mengejutkan. Ia memperingatkan akan lebih banyak lagi kasus yang muncul, dan respons penuh nasional dan internasional sangat dibutuhkan untuk mencegah adanya kematian.
"Ebola adalah sebuah virus yang umumnya menyebabkan demam mendadak, keletihan intens, nyeri otot dan radang tenggorokan. Yang kemudian berkembang menjadi gejala muntah, diare, pendarahan internal dan eksternal," tulis situs BBC.
Orang bisa terinfeksi Ebola saat kontak langsung dengan kulit yang luka, atau lewat hidung dan mulut, dengan darah, muntahan, feses atau cairan tubuh dari pengidap Ebola. Para pasien cenderung meninggal dunia akibat dehidrasi dan kegagalan organ.
Bukan pertama kalinya wabah Ebola muncul di Uganda. Tahun 2012, 2007 dan 2000 pernah menjadi mimpi terburuk negara tersebut. Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan memutuskan pada hari ini (14/6/2019) apakah wabah ini harus dikategorikan kegawat daruratan atau tidak.











































