Menurut riset tersebut, edukasi seksual mulai diperkenalkan di pada usia 14-18 tahun. Padahal para ahli menyebut, edukasi seks tidak perlu menunggu anak masuk usia pubertas dan bisa dilakukan sejak dini.
"Dari kecil (diajarkan), sehingga orang tua dibiasakan open-minded. Nanti kalau sudah gede-gede nggak concern lagi. Biar nggak gelagapan (kalau ditanyai)" kata Dr Dra Rita Damayanti, MSPH, Ketua Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, di Jakarta Selatan, Kamis (18/07/2019).
Ketika para remaja mengalami tanda-tanda awal pubertas, kebanyakan dari mereka memilih untuk menjadikan orang tua sebagai sumber informasi pertama untuk berkonsultasi dan membahas pengalaman tanda pertama pubertas. Sedangkan sisanya didominasi sumber informasi lain, seperti teman atau rekan sebaya (25 persen), internet dan media sosial (15 persen) dan kakak laki-laki atau perempuan (4 persen).
Seiring berjalannya waktu, ketika para remaja melewati tanda pubertas pertama, mereka merasa lebih nyaman untuk membahas topik-topik tentang pendidikan seks dan kesehatan reproduksi dengan teman sebaya atau sahabat (41 persen), diikuti oleh orang tua (24 persen).
Terkait dengan penemuan-penemuan riset tersebut, diharapkan para orang tua harus berpikiran terbuka, mengubah cara mereka mendidik, dan mengkomunikasikan topik-topik ini, serta menjadi serama mungkin. Agar remaja merasa lebih nyaman seperti mengobrol dengan teman sebaya.
Simak Video "Apa Bahayanya Stimulasi Oral pada Aktifitas Seksual?"
[Gambas:Video 20detik]
(up/up)