Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dan Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof Dr dr Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, K-HOM mengatakan bahwa obat tersebut bisa diresepkan pada pasien kanker kolorektal metastatik dengan persyaratan tertentu.
Jika kedua obat tersebut yang memberatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan berpengaruh pada defisit BPJS Kesehatan, Prof Aru menyarankan pemerintah untuk bekerja sama dengan pihak asuransi swasta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Aru menambahkan, kedua obat itu yang merupakan terapi target sebenarnya hanya menambah peluang hidup pasien kanker kolorektal menjadi 62 persen dari 60 persen yang melakukan pengobatan dengan kemoterapi.
Sayangnya, pemerintah terlalu cepat mengumumkan penyetopan kedua obat tersebut. Menurut Prof Aru, pemerintah seharusnya menjalani sosialisasi menyeluruh terlebih dahulu pada seluruh pasien kanker kolorektal.
"Menurut saya nggak tepatnya pemberian informasinya tiba-tiba disetop. Harusnya sosialisasi dulu, 'ini obatnya mahal, pelan-pelan ya face out dulu'. Pasien lama kita teruskan pasien baru ini syaratnya. Ini terlalu cepat, kaget, marah ke DPR," tandasnya.
(wdw/up)











































