Menanggapi hal tersebut, seksolog Prof dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS dari Universitas Udayana menegaskan, jika disertai kekerasan maka perilaku itu termasuk pemaksaan. Namun jika kedua belah pihak ada kemauan bersama, tidak termasuk dalam kategori tersebut.
"Tetapi kalau pasangan melakukan seks oral karena kemauan bersama dan keduanya menikmati, tentu tidak ada yang bisa melarang. Berbeda kalau seks oral dilakukan karena dipaksa atau diancam kekerasan, nah ini pasti melanggar hukum dan bisa dipidana," jelasnya kepada detikHealth dalam perbincangan via saluran telepon, Selasa (6/8/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi jika orang tersebut berisiko tinggi tertular penyakit menular seksual. (Bisa tertular) semua infeksi, seperti chlamydia, gonorrhea," lanjutnya.
Seks oral mungkin terkesan sebagai praktik seks yang aman, namun tetap berisiko tinggi menularkan penyakit. Salah satu cara untuk mencegah penularan adalah dengan menggunakan proteksi seperti kondom.
Terakhir dr Wimpie kembali mengingatkan sekali lagi seks oral harus dilakukan atas dasar kemauan bersama.
Sebelumnya, Ketua Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Hanny Nilasari menyebut perempuan harus berani menolak ajakan seks oral bila RUU PKS disahkan.
"Itu berbahaya karena menjadi pintu masuknya virus dan bakteri. Itu yang harus kita informasikan kepada masyarakat kalau jalur mulut itu bukan jalur yang aman," katanya, dikutip dari Antara, Selasa (6/8/2019).
Baca juga: Sering Seks Oral? Waspada Kanker Tenggorokan |
(frp/up)











































