Dihubungi detikHealth, Ketua Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Indonesia (Perdoski) dr Hanny Nilasari, SpKK, menyampaikan klarifikasi. Menurutnya, yang ingin ditekankan adalah dampak negatif kejahatan seksual.
Pemaksaan seks oral bisa jadi kejahatan seksual karena berisiko menimbulkan dampak negatif seperti penularan penyakit infeksi. Ditegaskan, ha itu bukan berarti bahwa pembahasan RUU PKS akan memiliki aturan spesifik tentang seks oral.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Oral seks tidak ada hubungannya dengan undang-undang. Jadi tidak terkait dengan RUU-nya. Cuma memang di salah satu pernyataan saya di press release kekerasan seksual atau kejahatan seksual itu bisa menyebabkan dampak kesehatan, salah satunya infeksi menular seksual," lanjutnya.
Menurut dr Hanny, topik seks oral muncul karena masyarakat yang masih sering salah kaprah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang 'aman'. Padahal kenyataannya hampir semua aktivitas seksual memilki risiko sehingga tidak boleh dilakukan sembarangan.
"Banyak yang tidak paham kita melakukan seks via oral dianggap aman. Mereka merasa lebih aman karena enggak hamil. Itu jadi seperti pembenaran," pungkasnya.
(fds/up)











































