"Saya menggunakan metode interferometri dan termal untuk mengukur konsentrasi glukosa. Saya kembangkan ini karena sadar kalau masyarakat Indonesia khususnya di daerah rural masih takut jarum suntik," tutur Celine kepada detikHealth, Senin (26/8/2019).
Keakuratan glukometer buatan Celestine pun diklaim sangat tinggi, mencapai 99 persen. Jika dikembangkan dengan baik, glukometer diharapkan bisa menurunkan angka kejadian diabetes di Indonesia. "Jadi kalau kita mengukur glukosa, sekarang 99 persen data saya bisa dibilang akurat," ungkap Celine.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cara kerja glukometer pun terbilang mudah. Pasien hanya harus memasukkan jari ke glukometer dan alat tersebut akan membaca suhu tubuh menggunakan wave lenght untuk mengukur kadar gula darah.
"Saya sudah mencobanya sendiri dan beberapa orang lain. Tapi memang untuk mencari orang yang mau coba, apalagi yang punya diabetes, memang agak sulit," tutur siswi yang masih duduk di kelas 2 SMA British School Jakarta ini.
Di ajang Google Science Fair, glukometer memenangkan The Virgin Galactic Pioneer Award dan Celestine berhasil mendapatkan beasiswa sebesar 15.000 dolar dari Lego Foundation, Virgin Galactic, Scientific America, dan National Geographic.
Celestine berharap glukometer bisa menjadi jawaban dari kendala isu diabetes yang ada di Indonesia dan memangkas kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.
Meski telah berhasil memenangkan penghargaan, Celestine tak ingin berhenti sampai disitu saja. Ia akan terus mengembangkan alatnya hingga bisa digunakan oleh masyarakat luas.
"Saya akan melihat proses paten dan saya mau mengusahakan dipatenkan. Harapan saya adalah saya ingin memasuki tes klinikal yang lebih formal dan lebih dalam," pungkasnya.
Baca juga: Jangan Tunggu Sakit untuk Medical Check Up |
(kna/up)











































