Bunuh diri telah menjadi masalah kesehatan global. Meski WHO sudah mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk segera mengadopsi pencegahan bunuh diri, di Indonesia sendiri layanan pencegahan bunuh diri belum merata dan menjadi tantangan penyelesaian masalah tersebut.
Seperti contoh, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, pernah membuka layanan telepon (hotline) pencegahan bunuh diri di 500-454, namun hotline itu sudah mati sejak beberapa tahun lalu. Disebutkan bahwa alasan penutupan hotline adalah penurunan penurunan jumlah penelepon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah lain adalah masih banyak pihak yang menganggap persoalan bunuh diri datang hanya dari sektor kesehatan saja. Padahal faktor risiko yang memicunya bisa datang dari mana saja, misal ekonomi atau pendidikan.
"Bukan hanya kesehatan. Faktor risikonya kan banyak banget tuh kalau depresi dan bunuh diri, yang dimulai dari masalah ekonomi sampai pelecehan seksual. Nah hal-hal seperti ini yang harus ada pencegahan lintas sektornya," tambah Benny.
Komitmen dari pejabat pemerintahan untuk membuat regulasi mengenai isu kesehatan jiwa dirasa sangat penting untuk menurunkan prevalensi depresi dan bunuh diri, khususnya di Indonesia. Benny berharap kedepannya ada regulasi khusus antar lembaga untuk mengatasi isu bunuh diri bersama.
"Kondisi seperti ini yang harus kita ubah dan ini yang menurut saya menjadi tantangan bersama sih. Karena kalau dibilang masyarakat nggak sadar, mereka udah mulai sadar kok. Cuman memang kita butuh lebih banyak regulasi untuk mencapai kesehatan jiwa bersama," pungkasnya.
(kna/up)











































