Menurut pandangan praktisi kesehatan anak, dr Wiyarni Pambudi, SpA, hal ini sebenarnya dapat dicegah jika orang tua tidak mengabaikan penyuluhan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
"Pembiasaan pemberian minum atau makan bayi yang keliru sebenarnya dapat dicegah sejak awal. Jika (calon) orang tua tidak mengabaikan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan setempat. Bila ada yang belum dipahami tentang hal ini, bisa ditanyakan pada petugas gizi, bidan, atau dokter di puskesmas," jelasnya pada detikcom, Senin (16/9/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat disinggung masalah minuman pengganti susu, dr Wiyarni mengatakan, anak lahir dengan riwayat dan kondisi yang berbeda-beda. Ada bayi yang tidak wajib mendapatkan asupan susu untuk sehari-harinya, ada juga yang memang keadaannya kurang beruntung, sehingga membutuhkan suplemen alternatif.
"Nah untuk keputusan pemilihan 'pengganti susu', kita tidak boleh disamakan. Setiap anak memiliki riwayat dan kondisi berbeda. Pada umumnya, anak sehat yang status gizinya baik, tidak butuh susu untuk asupan sehari-hari. Sesekali minum susu/rekreasional boleh saja, tapi tidak wajib. Lain halnya dengan bayi atau anak yang kurang beruntung, mungkin perlu diberikan alternatif suplementasi," ujarnya.
dr Wiyarni menegaskan, untuk menentukan perlu atau tidaknya susu ataupun alternatif suplemen pada bayi, harus berdasarkan analisis dokter.
"Tapi ini analisis secara detail, tidak serta merta bisa disarankan kepada orang tua tanpa adanya pemeriksaan dokter," tutupnya.
(fds/fds)











































