"Kenapa rata-rata nggak mau lapor? Susah. Menjadi korban artinya membuka aib," ujar spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr Gina Anindyajati, SpKJ, saat ditemui pada Jumat, (10/1/2020).
Seperti contoh ketika ada kasus kekerasan seksual yang terjadi oleh seorang anak lalu kemudian diketahui bahwa pelaku adalah adik dari ibunya sendiri. Dilema yang dilewati oleh korban akan sangat berat sekali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Datang ke RS aja udah Alhamdulillah. (Melaporkan) sulit setengah mati dan menempatkan dokter di posisi sulit. Kalau keluarga memutuskan tidak mau lapor, kita bisa apa?" katanya.
Keluar dari siklus kekerasan seksual sangat tidak mudah. Belum lagi risiko korban yang tidak hanya mengalami luka fisik tapi juga psikis. Tidak banyak korban yang bisa keluar dari kekerasan seksual sehingga menjadi korban, traumanya disimpan sendiri.
Belum lagi, menurut dr Gina, sistem pelaporan di instansi pemerintahan seperti kepolisian terlampau sulit dan mampu membuat korban mengalami retraumatize atau trauma berulang.
Sebab, biasanya ketika dilakukan penyidikan, korban kekerasan seksual tak hanya ditanyai sekali, bisa berkali-kali sehingga memicu memori yang ia ingin hilangkan, muncul kembali ke permukaan.
"Bayangkan menjadi korban, apa kita punya rasa berdaya? Kita kehilangan rasa berdaya itu," tutupnya.
(kna/fds)











































