Sempat ramai jadi perbincangan soal riset Harvard yang menyebut 'Indonesia' termasuk salah satu negara yang seharusnya sudah mengonfirmasi kasus positif virus corona COVID-19. Benarkah begitu?
"Indonesia belum melaporkan adanya kasus, dan seharusnya Anda sudah menemukannya beberapa," kata Marc Lipsitch, salah satu peneliti, dikutip dari Ibtimes.
Menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, merasa terhina. Menurutnya, Indonesia memang dinyatakan bebas COVID-19, dan alat deteksinya sudah sesuai dengan guideline Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ditambah lagi, sejak Januari lalu Indonesia memiliki alat deteksi baru yaitu PCR, yang mampu menguji spesimen virus corona jenis baru dengan lebih cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu namanya menghina itu. Wong peralatan kita, makanya kemarin di-fix-kan dengan duta besar Amerika. Kita menggunakan dari Amerika. Kitnya, kit boleh gunakan dari mana saja, tapi kita gunakan dari Amerika," ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Rupanya kabar Menkes Terawan sebut riset Harvard sebagai 'penghinaan' juga ditanggapi penelitinya. Dalam sebuah wawancara bersama youtuber Nadhira Afifa, Profesor Marc menjelaskan penelitiannya tidak bermaksud untuk menghina, apalagi merendahkan Indonesia.
"Kami memperhatikan semua negara dan tujuan kami bukan untuk menilai kualitas suatu negara atau kemampuan pengawasannya. Hanya ingin bilang 'dalam contoh ini, situasi ini, seharusnya sudah ada kasus yang terdeteksi,'" kata Profesor Marc, dikutip dari kanal youtube Nadhira Afifa.
"Saya terbuka dan dengan senang hati berusaha membantu. Tentunya saya tidak bermaksud menyerang negara mana pun," lanjutnya.
(naf/up)











































