Dilarang Timbun Vaksin Corona! WHO Desak Negara Berbagi Vaksin

Dilarang Timbun Vaksin Corona! WHO Desak Negara Berbagi Vaksin

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Rabu, 19 Agu 2020 08:15 WIB
Dilarang Timbun Vaksin Corona! WHO Desak Negara Berbagi Vaksin
Dilarang timbun vaksin Corona, WHO desak negara berbagi vaksin. (Foto: ABC Australia)
Jakarta -

Vaksin Corona di berbagai negara tengah dikembangkan, tidak sedikit yang sudah memasuki uji klinis tahap terakhir, hingga mengantongi izin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak berbagai negara untuk berbagi calon vaksin dengan negara berkembang.

Pasalnya, menurut WHO, jika hal tersebut tidak dilakukan, pandemi Corona akan berlangsung lebih lama. "Negara-negara yang menimbun kemungkinan vaksin COVID-19 sementara tidak memasukkan (negara) yang lain akan mempelambat pandemi," kata kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada hari Selasa, mengeluarkan seruan terakhir bagi negara-negara untuk bergabung dengan pakta vaksin global.

Dikutip dari Reuters, WHO memiliki batas waktu hingga 31 Agustus bagi negara-negara kaya untuk bergabung dengan 'Fasilitas Vaksin Global COVAX' untuk berbagi calon vaksin dengan negara berkembang. Tedros mengatakan dia telah mengirim surat ke 194 negara anggota WHO, mendesak partisipasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, WHO juga menyuarakan keprihatinan bahwa penyebaran pandemi saat ini didorong oleh orang-orang yang lebih muda. Banyak dari mereka tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi Corona dan menimbulkan risiko besar bagi kelompok-kelompok yang rentan.

Dorongan Tedros agar negara-negara bergabung dengan COVAX datang ketika Uni Eropa, Inggris, Swiss, dan Amerika Serikat membuat kesepakatan dengan perusahaan yang menguji vaksin potensial. Rusia dan China juga sedang mengerjakan vaksin, WHO khawatir kepentingan nasional dapat menghambat upaya global.

ADVERTISEMENT

"Kita perlu mencegah nasionalisme vaksin," kata Tedros dalam siaran virtual di kantor Jenewa, WHO.

"Berbagi persediaan terbatas secara strategis dan global sebenarnya merupakan kepentingan nasional masing-masing negara," lanjut Tedros.

Komisi Eropa telah mendesak negara-negara Uni Eropa untuk menghindari inisiatif yang dipimpin WHO, dengan alasan kekhawatiran atas biaya dan kecepatannya. Sejauh ini, fasilitas COVAX telah menarik minat dari 92 negara miskin yang mengharapkan sumbangan sukarela dan 80 negara kaya, sedikit berubah dari bulan lalu, yang akan mendanai skema tersebut, kata WHO.

"Namun, beberapa negara menunggu tenggat waktu 31 Agustus sebelum membuat komitmen karena persyaratan fasilitas masih diselesaikan," kata Bruce Aylward, yang memimpin inisiatif Accelerator ACT WHO untuk mempercepat pasokan diagnostik, obat-obatan, dan vaksin COVID-19.

"Kami tidak memutar senjata agar orang bisa bergabung," kata Aylward.

"Kami telah melakukan lebih banyak diskusi dengan kelompok yang lebih luas untuk mengatasi apa yang mungkin menjadi hambatan untuk berkolaborasi, masalah seputar harga, masalah seputar waktu, masalah seputar ekspektasi nasional," bebernya.

Dengan lebih dari 150 vaksin dalam pengembangan, sekitar dua belas vaksin disebut sudah masuk dalam tahap uji coba manusia dan beberapa dalam uji coba tahap akhir. WHO mengatakan bahkan negara-negara yang menandatangani kesepakatan bilateral meningkatkan peluang mereka dengan bergabung dengan COVAX.

"Kandidat mana yang akan berhasil, kami belum tahu," kata Mariangela Simao, asisten direktur akses obat dan vaksin WHO.

Lebih lanjut, WHO tetap khawatir bahwa infeksi di kalangan orang muda meningkat secara global. Hal ini bisa membahayakan orang tua dan orang sakit di daerah padat penduduk dengan sistem kesehatan yang lemah.

"Epidemi sedang berubah," kata direktur regional Pasifik Barat WHO, Takeshi Kasai.

"Orang-orang berusia 20-an, 30-an, dan 40-an semakin mendorong penyebaran," sebut Kasai.




(naf/up)

Berita Terkait