Warga DKI-Jatim Merasa Kebal Corona, Kenapa Ada yang Remehkan Pandemi?

Warga DKI-Jatim Merasa Kebal Corona, Kenapa Ada yang Remehkan Pandemi?

Firdaus Anwar - detikHealth
Kamis, 03 Sep 2020 14:31 WIB
Warga DKI-Jatim Merasa Kebal Corona, Kenapa Ada yang Remehkan Pandemi?
(Foto ilustrasi: Rifkianto Nugroho)
Jakarta -

Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo, mengatakan masih ada sebagian warga di Indonesia yang menganggap dirinya aman dari ancaman virus Corona COVID-19. Survei melihat warga di provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur jadi yang paling banyak merasa kebal Corona.

"Data beberapa bulan lalu terhadap lima provinsi adalah masih adanya masyarakat menganggap dirinya itu tidak mungkin kena COVID, yang tertinggi ternyata adalah di DKI Jakarta, yang kedua di Jawa Timur," kata Doni dalam rapat di Komisi VIII DPR, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Menurut Doni ada sekitar 30 persen warga DKI yang merasa tidak berisiko tertular COVID-19, disusul 29,20 persen warga di Jawa Timur, 18,30 persen warga di jawa tengah, 16,70 persen warga di Jawa Barat, dan 14,90 persen warga di Kalimantan Selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan kondisi pandemi yang sudah berjalan lebih dari setengah tahun, sebagian orang bertanya kenapa masih ada yang tak percaya ancaman bahayanya.

Kepala Laboratorium Departemen Ilmu Sosiologi Universitas Sumatera Utara (USU), Muba Simanihuruk, berkomentar kemungkinan ini karena masifnya hoax dan teori konspirasi di media sosial. Informasi keliru yang berulang-ulang disampaikan atau dibagikan lama-lama akhirnya dianggap menjadi kebenaran.

ADVERTISEMENT

"Ini era post-truth politics. Kebohongan yang diulang-ulang masif lewat hoax dan teori konspirasi diyakini sebagian masyarakat sebagai kebenaran. Mastermind di belakang ini tentu lebih jauh lagi. Agar dokter dan pemerintah kurang, bahkan tidak dipercayai lagi. Implikasinya korban Corona meningkat dan kepercayaan pada pemerintah ambruk. Skenario terburuknya kerusuhan sosial dan pembangkangan sosial," tutur Muba.

Sementara itu ahli ilmu sosial dari Universitas Indonesia, Dr Roby Muhaman, menyebut sebagian orang mungkin juga tidak percaya karena belum melihat atau mengalami sendiri. Orang-orang cenderung lebih percaya diri pada apa yang mereka yakini.

"Bukan mereka tidak melihat datanya, mereka melihat data itu muncul dan ada ketidakpercayaan," ujar Dr Roby beberapa waktu lalu.




(fds/up)

Berita Terkait