Dibayangi Mitos 'Guna-guna', Total Kusta di RI Ada 16.704 Kasus

ADVERTISEMENT

Dibayangi Mitos 'Guna-guna', Total Kusta di RI Ada 16.704 Kasus

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Jumat, 29 Jan 2021 11:30 WIB
penyakit kusta
Penyakit kusta di Indonesia. (Foto: CNN)
Jakarta -

Kementerian Kesehatan RI mencatat ada lebih dari 9 ribu kasus baru kusta di 2020. Penambahan kasus menurun dibandingkan tahun 2019 sebanyak 17.439 kasus baru.

Total jumlah kasus kusta yang terdaftar di Kemenkes hingga kini mencapai 16.704 kasus. Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid menyebut dari total kasus, ada 9,14 persen anak yang terpapar kusta.

"Artinya cukup tinggi, masih ada penularan kasus kusta pada anak, yang berarti penularan dari orang terdekat dari orang yang serumah hingga pengasuh anak," sebut dr Nadia dalam Temu Media Hari Kusta Sedunia Tahun 2021, Jumat (29/1/2021).

"Secara nasional ini terlihat terjadi penurunan tapi menurunnya ini trennya kurang tajam ya," lanjutnya.

Berikut angka prevalensi penemuan kasus kusta baru di Indonesia.

  • 2012: 0,96 kasus per 10.000 penduduk
  • 2014: 9,75 kasus per 10.000 penduduk
  • 2016: 9,71 kasus per 10.000 penduduk
  • 2018: 0,69 kasus per 10.000 penduduk
  • 2020: 0,62 kasus per 10.000 penduduk

dr Nadia mewanti-wanti masyarakat yang mengalami bercak-bercak namun tak merasakan nyeri. Banyak dari mereka yang tak sadar mengidap kusta karena tak merasakan nyeri apapun.

Bagaimana mengenalinya?

"Kadang-kadang kita tidak bisa mengetahui menderita kusta sebelumnya karena sifatnya hanya seperti bercak yang kadang-kadang dikira penyakit kulit biasa atau panu," kata dr Nadia.

"Sehingga mereka tidak menyadari bahwa kemudian ada kelainan pada kulit seperti mati rasa. Kalau ada masyarakat yang ada bercak kemudian tak ada rasanya ditusuk dengan jarum kok nggak ada rasanya nah itu tanda-tanda dari kusta," sebutnya.

Bercak yang muncul pada pengidap kusta bisa bercak putih seperti panu, bercak merah, ataupun benjolan. Masa inkubasinya bisa bertahan sangat lama, hingga bertahun-tahun, dua sampai 5 tahun.

"Apabila terlambat diobati mengakibatkan kecacatan nanti ada gangguan kehidupan sosial bagi penderita kusta dan masih ada yang menganggap kusta ini karena kutukan atau guna-guna ataupun menderita karena dosa yang dialami seseorang," kata dr Nadia.

Kecacatan akibat kusta nantinya bisa memicu stigma negatif seumur hidup, terlebih jika terjadi pada anak. Maka dari itu, Kemenkes terus memantau penemuan kasus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kecacatan.



Simak Video "Alasan Indonesia Belum Akhiri Pandemi Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT