Vaksin Zifivax dikembangkan oleh Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical, asal China. Vaksin ini menggunakan teknologi rekombinan protein sub unit.
Salah seorang penelitinya, dr Rodman Tarigan Girsang, SpA(K), M.Kes, menjelaskan, vaskin Zivifax menggunakan sebagian dari komponen virus untuk memicu respons imun. Teknologi ini lebih aman bagi pasien immunocompromised.
"Vaksin subunit telah dipilih secara khusus karena kemampuannya untuk merangsang sel-sel kekebalan dengan menggabungkannya dengan organisme lain, dalam hal ini Zifivax menggunakan Chinese Hamster Ovary (CHO cell)," jelas dr Rodman kepada detikcom, Kamis, (26/8/2021).
Vaksin ini juga berbeda dengan vaksin COVID-19 yang mengusung platform inactivated. Pada platform inactivated, virus diberikan dengan kondisi RNA yang sudah dihancurkan sehingga tidak berisiko menggandakan diri di tubuh manusia.
Terkait efek sampingnya, dr Rodman menyebut sejauh ini KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) maupun efek samping dari vaksin Zifivax relatif tidak berbeda dengan vaksin lainnya, dengan ambang ringan - sedang.
Dari data lapangan yang ditemui KIPI untuk vaksin Zifivax di antaranya, nyeri pada tempat suntikan, demam, dan nyeri kepala.
Saat ini, vaksin Zifivax dari Anhui sedang berada dalam uji klinis fase 3 di mana penelitian ini dilakukan di Bandung dan Jakarta dengan total 4000 subjek penelitian.
"Proses penyuntikan vaksin/placebo 3 dosis telah selesai dilakukan. Perkembangan uji klinis vaksin Anhui saat ini sedang dalam proses analisis interim (analisis yang dilakukan saat penelitian masih berjalan) yang dijadwalkan rampung dalam akhir Agustus ini. Setelah itu akan diajukan EUA (Emergency Use Authorization) kepada BPOM," pungkas dr Rodman yang merupakan principal investigator dalam riset tersebut.
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
(up/up)