Beberapa orang di sejumlah tempat dilaporkan mendapat jenis vaksin COVID-19 yang berbeda antara dosis 1 dan 2. Satgas Penanganan COVID-19 menegaskan, praktik 'mixing' vaksin tidak boleh dilakukan sembarangan.
"Terkait praktik menyuntikkan jenis vaksin yang berbeda pada satu orang atau mixing vaksin harus dilakukan berdasarkan studi lanjutan," tegas juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers Kamis (26/9/2021).
Riset tentang kombinasi jenis vaksin COVID-19 sebenarnya sudah beberapa kali dilakukan. Di antaranya, mengkombinasikan vaksin-vaksin sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- AstraZeneca x Pfizer (Studi di Jerman)
- AstraZeneca x Sputnik V (Studi di Azerbaijan)
- Sinovac x AstraZeneca (Studi di Thailand)
- Sinovac x Moderna (Studi di Indonesia)
"Jenis vaksin yang dapat dikombinasikan ini dapat dinamis seiring dengan berkembangnya studi lanjutan lainnya," kata Prof Wiku.
Namun ditegaskan, Indonesia melalui Kementerian Kesehatan hanya memperbolehkan mixing vaksin untuk keperluan booster atau dosis ketiga pada tenaga kesehatan. Untuk dosis-1 dan dosis-2 pada populasi umum, belum diperbolehkan.
"Hal ini mengingat jenis vaksin Sinovac yang diterima oleh tenaga kesehatan pada 2 dosis pertama saat ini juga dialokasikan untuk populasi khusus misalnya anak, ibu hamil, maupun menyusui," jelas Prof Wiku.
(up/up)











































