Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut salah satu penyebab testing kontak erat COVID-19 belum sesuai target yakni sebagian masyarakat enggan dites, takut ketahuan positif COVID-19. Namun bagaimana sebenarnya kondisi di lapangan? Benarkah lebih banyak masyarakat ogah dites daripada yang bersedia?
"Masih banyak masyarakat yang takut dites. Hasil surveinya, kenapa yang sudah dilacak masih 50 persen yg mau dites? Rupanya masih banyak yang merasa khawatir atau takut ketahuan kalau sakit," ujar Menkes Budi dalam Konferensi Pers PPKM, Senin (20/9/2021).
"Saya bilang, lebih baik ketahuan nggak apa-apa juga kok. Penyakit ini kan 80 persen nggak perlu masuk RS. Yang masuk RS, hampir 80-90 persennya sembuh. Jadi lebih baik kita tahu, biar kita bisa rawat," sambungnya.
Ahli epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Dr Masdalina Pane menegaskan testing untuk kontak erat sebenarnya tak wajib dilakukan, selama karantina dilakukan secara ketat. Mengingat kapasitas testing kini terbatas, testing wajib diprioritaskan untuk suspek dan probable.
Masalah kapasitas inilah yang sebenarnya menjadi penyebab angka testing masih rendah. Faktor ini lebih berpengaruh dibanding keengganan warga untuk dites karena takut ketahuan positif COVID-19.
"Bukan semata-mata tidak mau karena takut ketahuan positif, kenapa takut? Toh sebagai kontak erat mereka juga harus menjalani karantina, sama saja prosedurnya dengan isolasi, nggak boleh kemana-mana. Kecuali kalau mereka harus bayar untuk tes, ya berat bagi kelompok menengah bawah," tegasnya pada detikcom, Selasa (21/9/2021) malam.
Ia menjabarkan terdapat fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang membuat jadwal tes, sehingga tes tidak bisa dilakukan setiap hari dan real time. Sebagian fasyankes yang hanya melaksanakan testing 2-3 kali seminggu dengan pembatasan waktu.
"Pada hari libur banyak fasyankes tidak melakukan tes karena tutup, maka terlihat kapasitas tes saat weekend menjadi turun diikuti dengan penurunan jumlah kasus sampai keesokan harinya (biasanya Senin atau 1 hari setelah libur)," terangnya dalam penjelasan lebih lanjut, Rabu (22/9/2021).
"Di beberapa wilayah, test kit-nya tidak tersedia atau laboratoriumnya cukup jauh untuk dijangkau. Terbanyak di luar Jawa terutama, Indonesia Timur," sambungnya.
Masalah selanjutnya, yakni kurangnya petugas yang bisa disebarluaskan untuk melakukan tes di rumah-rumah kontak erat yang melakukan karantina. Namun Pane menegaskan prioritas testing tetap pada suspek. Sebab, testing inilah yang amat krusial.
"Jangan sampai gap antara jumlah suspek yang diumumkan pemerintah setiap hari semakin membesar dibandingkan kapasitas testing, yang juga diumumkan oleh pemerintah secara resmi setiap hari" pungkasnya.
Simak Video "Jokowi Sampaikan Puja-puji Dunia soal Keberhasilan RI Tangani Covid"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/naf)