Satgas Ungkap Perbedaan 3 Metode Tes COVID-19, Ini Penjelasannya

Satgas Ungkap Perbedaan 3 Metode Tes COVID-19, Ini Penjelasannya

Angga Laraspati - detikHealth
Kamis, 04 Nov 2021 13:12 WIB
Satgas Ungkap Perbedaan 3 Metode Tes COVID-19, Ini Penjelasannya
Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Jakarta -

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan tentang testing COVID-19 yang digunakan agar masyarakat lebih memahami. Wiku mengatakan berdasarkan metodenya, tes COVID-19 dibagi menjadi 3.

Wiku menuturkan secara fungsi, tes COVID-19 dapat dibagi menjadi dua, yaitu untuk skrining dengan tujuan menyaring kasus positif pada orang tidak bergejala, dan diagnostik untuk orang yang bergejala.

Lalu 3 metode yang bisa dilakukan dalam tes COVID-19 yaitu yang pertama tes molekuler yang berfungsi mendeteksi virus COVID-19 melalui material genetik (asam nukleat). Tes ini memiliki nama lain diagnostik test, viral test, molecular test, Nucleic Amplification Test (NAAT), RT-PCR test dan lamp test.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karakteristik dari tes ini adalah paling sensitif, membutuhkan fasilitas laboratorium, hasil maksimal keluar dalam 1x24 jam dan menggunakan spesimen melalui swav di nasal/orofaring.

"Tes molekular ini memiliki sifat paling sensitif mendeteksi sehingga seluruh jenis tes molekular ditetapkan sebagai gold standard," jelas Wiku dikutip dari covid19.go.id, Kamis (4/11/2021).

ADVERTISEMENT

Selain itu, tes molekuler digunakan untuk memastikan kembali kasus bergejala yang menunjukkan hasil negatif pada uji sebelumnya dan mendukung upaya sequencing mendiagnosa kasus positif dengan varian COVID-19.

Metode kedua, tes antigen yang berfungsi mendeteksi COVID-19 melalui bagian luar protein virus (antigen). Nama lain tes metode ini adalah diagnostic test, viral test dan rapid test.

Testing ini tidak membutuhkan pemrosesan di laboratorium dan hasilnya dapat diketahui sekitar 15 sampai dengan 30 menit setelah spesimen hasil swab dilakukan. Metode ini cukup unik karena dapat dijadikan sebagai metode skrining maupun diagnostik tetapi tergantung situasi dan kondisi penggunaannya.

Dalam keadaan kondisi kasus yang tinggi dan keterbatasan fasilitas, rapid tes antigen dapat digunakan sebagai alat diagnostik. Namun dengan catatan alat harus dipastikan memiliki kemampuan deteksi yang tinggi dan mendapatkan rekomendasi oleh badan Kesehatan internasional.

"Saran penggunaan tes antigen ini ialah untuk mendeteksi kasus positif pada kumpulan kasus dalam jumlah yang banyak secara lebih efisien dan memonitoring berkala tren kasus populasi beresiko," ungkap Wiku.

Metode terakhir, yaitu tes antibodi yang bertujuan mendeteksi terbentuknya antibodi spesifik yang diproduksi tubuh akibat reaksi dengan antigen, baik karena infeksi alamiah ataupun vaksinasi. Tes ini dapat melihat riwayat penyakit COVID-19 seseorang di masa lampau. Meski begitu, WHO tidak merekomendasikan penggunaan alat ini untuk skrining maupun peneguhan diagnosa.

Satgas Penanganan COVID-19 pun mengajak semua pihak bekerja sama melawan COVID-19 dengan upaya sebaik-baiknya. Wiku mengatakan semua elemen masyarakat memiliki kontribusi dalam menegakkan kebijakan testing di Indonesia.

"Pada prinsipnya kita semua memiliki tujuan yang sama untuk segera terbebas dari COVID-19. Sehingga untuk itu Mari kita bekerjasama," imbuh Wiku.

Menurutnya, kerja sama yang baik harus dilakukan berbagai pihak yang berperan, di antaranya laboratorium, produsen alat testing COVID-19, dan masyarakat. Pertama, laboratorium rujukan pemeriksaan COVID-19 baik yang terdaftar di Kemenkes, maupun yang tercantum dalam aplikasi PeduliLindungi, sudah sepatutnya bertanggungjawab menyediakan layanan yang berkualitas.

Mereka dapat membantu dengan menggunakan testing kit yang telah terstandar dengan tujuan dapat memberikan hasil yang akurat. Daftar merk testing kit deteksi COVID-19 yang digunakan juga telah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan. Untuk daftarnya, dapat diakses di infoalkes.kemkes.go.id yang diperbaharui secara berkala per 3 bulan.

Kedua, produsen mampu melakukan monitoring dan evaluasi kualitas testing kit setelah digunakan oleh masyarakat secara berkala. Hal ini diawasi oleh institusi kesehatan seperti Kementerian Kesehatan untuk PCR dan Dinas Kesehatan setempat untuk rapid tes antigen. Agar dipastikan tetap baik akurasinya selama digunakan di masyarakat.

Ketiga, yaitu transparansi dari produsen serta institusi kesehatan yang bertanggung jawab menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi alat tes yang telah digunakan kepada publik secara berkala.

Keempat, masyarakat harus memahami bahwa pemberlakuan alternatif syarat perjalanan yaitu PCR atau antigen, serta protokol kesehatan selama perjalanan untuk mobilitas jarak jauh dalam negeri adalah bentuk kehati-hatian pemerintah. Mengingat dibutuhkan akurasi tinggi untuk menghasilkan hasil diagnostik yang tepat.

Untuk itu masyarakat diharapkan cermat memilih jasa penyedia layanan testing yaitu yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan untuk laboratorium PCR dan Pemda setempat untuk penyedia jasa layanan tes antigen.

"Oleh karena itu perlu kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi dari masing-masing kita berkontribusi dalam menjalankan kebijakan sistemik ini karena kesuksesan pengendalian COVID-19 ditentukan oleh kita semuanya," tutur Wiku.




(ega/ega)

Berita Terkait