Varian virus COVID-19 terbaru Omicron dinilai lebih berbahaya dari varian Delta. Berdasarkan penelitian terbaru Economic Times menyebut Omicron punya risiko infeksi berulang atau reinfeksi hingga 3 kali lebih besar dibandingkan varian lainnya.
"Kami menemukan bukti peningkatan substansial dan berkelanjutan dalam risiko infeksi ulang yang temporal konsisten dengan waktu munculnya varian Omicron di Afrika Selatan, menunjukkan bahwa keunggulan seleksinya setidaknya sebagian didorong peningkatan kemampuan untuk menginfeksi individu yang telah terinfeksi sebelumnya," ujar studi tersebut dikutip dari laman CNBC Indonesia, Senin (6/12/2021).
Berdasarkan penelitian tersebut, para peneliti tidak menemukan risiko reinfeksi yang meningkat pada varian Beta maupun Delta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebal dari infeksi sebelumnya, apakah Omicron juga bisa menghindari kekebalan yang diturunkan dari vaksin atau tidak, memiliki implikasi penting untuk kesehatan masyarakat secara global," lanjutnya.
Hasil studi menemukan risiko infeksi ulang adalah 25%-30% lebih rendah dibandingkan dengan infeksi primer pada tiga gelombang. Kendati demikian, penyebaran Omicron dikaitkan dengan penurunan infeksi prima dan peningkatan infeksi ulang.
Diperkirakan rasio bahaya untuk infeksi ulang dan infeksi prime pada periode 1-27 November 2021 dengan gelombang 1 adalah lebih dari dua kali lipat. Sementara per satu infeksi primer, adalah tingkat infeksi ulang lebih dari dua kali lipat.
Mengutip France 24, setidaknya ada 35.670 dugaan infeksi ulang dari 2,8 juta pasien positif COVID-19 hingga 27 November 2021. Adapun kasus infeksi ulang adalah saat seseorang mendapatkan tes positif dalam 90 hari.
"Infeksi ulang baru-baru ini terjadi pada individu yang infeksi utama terjadi di ketiga gelombang, dengan sebagian mengalami infeksi primer pada gelombang Delta," kata Penulis pertama studi dari Pusat Pemodelan dan Analisis Epidemiologi Afrika Selatan di Universitas Stellenbosch, Juliet Pulliam dalam tweet-nya.
Pulliam mengungkapkan tim peneliti tidak bisa menilai apakah Omicron juga menghindari kekebalan yang diturunkan dari vaksin. Hal ini karena tidak adanya informasi terkait status vaksinasi individu pada pengumpulan data.
"Data sangat dibutuhkan pada tingkat keparahan penyakit yang terkait dengan Omicron, termasuk pada individu dengan riwayat infeksi sebelumnya," tuturnya.
Pulliam menjelaskan pihaknya masih memerlukan lebih banyak data guna melihat tingkat keparahan Omicron. Termasuk mengenai individu dengan riwayat pernah terinfeksi virus sebelumnya.
Sebagai informasi, varian Omicron saat ini tengah membuat banyak negara di dunia waswas, tidak terkecuali Indonesia. Untuk, pemerintah terus melakukan upaya dalam rangka mengantisipasi masuknya Omicron ke RI.
Menurut Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan percepatan vaksinasi bagi anak usia 6-11 tahun.
"Karena yang banyak terdampak juga anak-anak, Presiden Jokowi memerintahkan agar vaksinasi anak-anak agar segera dimulai yang usia 6-11," tandasnya.
(akd/up)










































