Kasus COVID-19 varian Omicron (BA.1) masih meroket, dunia dibuat geger oleh munculnya varian turunan Omicron BA.2 atau yang juga disebut 'Son of Omicron'. Dikhawatirkan menyebar dengan cepat, apa yang membedakannya dengan varian Omicron sebelumnya?
Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menjelaskan, varian turunan Omicron tersebut sulit dideteksi dengan tes PCR S Gene Target Failure (SGTF). Padahal, metode tes tersebut diandalkan di Indonesia untuk skrining varian Omicron.
"Salah satu perbedaanya adalah di BA.2 tidak ada delesi asam amino posisi 69-70 pada protein Spike (protein tanduk yang merupakan kunci protein virus untuk masuk ke sel manusia)," terangnya saat dihubungi detikcom, Kamis (27/1/2022).
"Karena tidak ada delesi di posisi tersebut, maka BA.2 memang sulit dideteksi dengan metode SGTF yang sudah rutin dipakai untuk skrining omicron, karena umumnya metode SGTF mengandalkan adanya delesi 69-70 itu tadi," sambung Ahmad.
Varian BA.2 kini ramai disebut-sebut lebih mudah menular dibanding varian Omicron BA.1. Padahal, varian Omicron BA.1 pun diyakini memiliki tingkat penularan paling tinggi, mengalahkan varian Delta yang menjadi biang kerok lonjakan kasus COVID-19 besar-besaran di Indonesia pada Juli 2021.
Namun menurut Ahmad, dugaan tersebut hingga kini tidak dibarengi bukti perburukan gejala pada pasien dengan infeksi BA.2.
"Memang diduga penyebaran BA.2 lebih tinggi, tapi tidak diketahui apakah juga menimbulkan tingkat keparahan gejala. Hingga kini peningkatan penyebaran BA.2 juga tidak diikuti dengan kenaikan angka kenaikan pasien COVID yang dirawat di rumah sakit," terangnya.
"Yang pasti secara umum semua varian masih terdeteksi sebagai COVID. Artinya mitigasinya pun masih standar yaitu protokol kesehatan dan vaksinasi," pungkas Ahmad.
Simak Video "Jangan Euforia Dulu! Epidemiolog Minta Waspada soal BA.2"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/up)