Kelanjutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlevel bakal ditentukan hari ini, Senin (21/2/2022). Jabodetabek diketahui sebelumnya berada di level 3, dengan pembatasan kegiatan work from office kantor non esensial 50 persen.
Kasus COVID-19 tertinggi sejauh ini dilaporkan per 16 Februari dengan catatan 64.718 kasus. Setelahnya, mulai menurun berada di 63 ribu per 15 Februari, hingga terakhir per Minggu (20/2/2022) ada 48.484 kasus COVID-19.
Karenanya banyak yang mengira Indonesia kemungkinan sudah melewati puncak Omicron. Sesuai yang diprediksikan sebelumnya, puncak kasus diyakini terlewati akhir Februari atau awal Maret 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menegaskan perlu ada peninjauan sepekan ke depan untuk benar-benar memastikan apakah Indonesia sudah melewati puncak. Hal ini dikarenakan tren positivity rate masih tinggi khususnya di pulau Jawa, menandakan transmisi atau penularan luas terjadi di masyarakat.
"Sampai setidaknya mungkin akhir minggu ini, atau awal minggu depan, sehingga itu nantinya bisa kita pastikan sudah melampaui puncak atau belum, bagaimanapun kita memahami dalam 3T-nya terbatas, kondisi di masyarakat ini masih di bawah kapasitas yang ditentukan WHO," beber dia kepada detikcom Senin (21/2/2022).
"Karena masyarakat kita banyak kalau sakit di rumah saja ngobatin sendiri, dengan keterbatasan data yang kita miliki kewaspadaan kehati-hatian harus menjadi hal yang kita kedepankan," terang dia.
Kematian meningkat
Ia juga menyoroti pasien COVID-19 bergejala berat hingga kasus meninggal dunia. Kasus kematian belakangan meningkat hingga menembus 200 orang per hari. Pasalnya, tren peningkatan di dua indikator yakni bergejala berat hingga kematian adalah penilaian utama.
"Kesakitan, keparahan, terutama fatalitas kematian kan indikator akhir, dua indikator ini juga trennya meningkat, menunjukkan di hulunya penyebabnya itu banyak," tutur Dicky.
"Banyak itu berarti tidak terdeteksi kan, kalau tidak terdeteksi berarti silent outbreak-nya banyak, karena ini kan Omicron, dalam menginfeksi, selain itu juga kita harus mewaspadai dan memonitor itu masalah BA.2 juga yang ada sudah ada di Indonesia," katanya.
BA.2 atau kerap disebut 'Son of Omicron' baru-baru ini juga dikhawatirkan karena kasusnya nampak meningkat di dunia, dibandingkan varian Omicron awal yang diidentifikasi.
"Ini bagaimana perannya apakah dia nyusul BA.1 atau bisa reinfeksi ini kan harus kita amati dinamikanya di lapangan, artinya untuk kehati2an respons tidak boleh longgar, saat ini harus dijaga," pungkas dia.
(naf/up)











































