Mungkinkah Varian Omicron Jadi Gelombang COVID-19 Terakhir? Ini Kata Pakar

Mungkinkah Varian Omicron Jadi Gelombang COVID-19 Terakhir? Ini Kata Pakar

Vidya Pinandhita - detikHealth
Jumat, 25 Feb 2022 10:20 WIB
Mungkinkah Varian Omicron Jadi Gelombang COVID-19 Terakhir? Ini Kata Pakar
Penjelasan pakar perihal potensi munculnya varian Corona baru. Foto: Getty Images/iStockphoto/MCCAIG
Jakarta -

Cakupan vaksinasi COVID-19 Indonesia tidak menjamin varian Omicron menjadi varian Corona terakhir yang merebak. Sebab meski varian ini memicu gejala relatif lebih ringan dibanding varian Corona lainnya, potensi kemunculan mutasi virus juga dipengaruhi oleh cakupan vaksinasi di negara lain.

Hal itu disinggung oleh pakar epidemiologis Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo. Menurutnya, meski terdapat negara dengan cakupan vaksinasi COVID-19 yang besar, mutasi virus akan terus terjadi selama masih ada negara-negara lainnya dengan cakupan vaksinasi COVID-19 masih rendah.

"Yang kita khawatirkan adalah kesenjangan vaksinasi di antara negara. Kita tahu bahwa mutasi masih akan terjadi kalau vaksinasi belum merata. Kalau belum merata di dunia secara global. Jadi kita tidak cukup hanya melihat negara sendiri. Tapi bagaimana negara-negara lain," ujarnya dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Mengenal Pelbagai Kombinasi Vaksin COVID-19 dan Sejauh Mana Booster Diperlukan', Kamis (24/2/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau masih ada negara-negara lain yang cakupan vaksinasinya sangat jauh di bawah kita, pasti banyak juga yang masih hanya cakupan dua dosisnya 30 persen atau kurang, itu masih banyak," imbuh Windhu.

Windhu menyebut, Sars-COV-2 adalah virus yang sangat mudah bermutasi. Meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hanya menetapkan lima varian Corona yang tergolong varian diperhatikan (VoC), Windhu meyakini, masih bisa muncul ribuan varian Corona lainnya.

ADVERTISEMENT

"Yang kita khawatirkan akan muncul varian-varian baru yang mungkin saja bisa lebih menular meskipun kita harapkan virulensinya lebih rendah, itu membuat kita terus kelabakan. Makanya vaksinasi secara global betul-betul harus luas dan merata," pungkas Windhu.




(vyp/kna)

Berita Terkait